Sabtu, 16 April 2011

FILSAFAT PANCASILA

BAB I
FILSAFAT PANCASILA



A. PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
Filsafat berasal dari kata Yunani philosophia yang mempunyai arti harfiah “Mencintai kebijaksanaan atau kebenaran”. Cinta berarti hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang bersungguh-sungguh. Kebijaksanaan berarti kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguh-sungguhnya. Jadi, falsafah berarti hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh akan kebenaran yang sejati. Dengan demikian falsafah bermakna sebagai usaha untuk mencapai kebenaran. “Falsafah berarti pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum, dan sebagainya. Dari ada segala yang ada dalam alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti ‘adanya’ sesuatu”. Berfalsafah berarti “memikiran dalam-dalam tentang sesuatu”. Falsafah berakar dalam rasa heran dan kagum akan segala hal yang ada. Hal itu membuat manusia bertanya-tanya tentang eksistensinya. Semakin jauh jalan pikirannya, semakin banyak usahanya untuk mengerti sehingga ia memperoleh jawaban atau keterangan yang makin dalam. Ia mengerti hal yang diketahuinya dengan sebenarnya. Dengan demikian berfalsafah adalah berfikir dan bertanya-tanya dalam usaha mencari kebenaran yang sedalam-dalamnya sampai ke akar-akarnya secara kritis, teratur, sistematis, dan menyeluruh (tidak terbatas kepada satu aspek).

Dasar falsafah Pancasila itu kokoh kuat karena digali dan dirumuskan dari nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia yang tercermin dalam kebudayaan, kebiasaan dan keagamaan bangsa Indonesia. Di dalam Pancasila tercakup falsafah hidup dan cita-cita luhur bangsa Indonesia tentang hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan lingkungannya. Kekhasan dari Pancasila ialah bahwa sila-sila Pancasila itu harus kita lihat sebagai satu rangkaian kesatuan, harus kita pahami sebagai satu totalitas yang susunan dan bentuknya hierarkis piramidal. Dalam hal inilah kita katakan Pancasila adalah suatu sistem filsafat. Dalam sistem ini tiap-tiap sila saling terkait merupakan suatu kesatuan yang bulat dan utuh.

1. NILAI-NILAI DALAM PANCASILA
Nilai merupakan konsepsi abstrak diri manusia mengenai apa yang benar dan apa yang salah (nilai kebenaran), apa yang indah dan apa yang jelek (nilai estetis), apa yang religius dan apa yang tidak religius (nilai agama), apa yang baik dan apa yang buruk (nilai moral atau etis). Menilai berarti menimbang yaitu menghubungkan sesuatu dengan sesuatu untuk selanjutnya mengambil keputusan. Keputusan nilai dapat mengatakan berguna atau tidak berguna, benar atau salah, baik atau buruk, dan sebagainya.
Prof. Notonegoro membagi nilai menjadi tiga macam yaitu :
1. Nilai Materiil, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia;
2. Nilai Vital,yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan dan aktivitas ;
3. Nilai Kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.

Nilai ini terdiri atas :
a. Nilai Kebenaran/Kenyataan, Yang Bersumber Kepada Unsur Akal Manusia (Ratio, Budi, Cipta).
b. Nilai kebaikan atau nilai moral, bersumber pada unsur kehendak/kemauan manusia (karya, etis).
c. Nilai religius, yang merupakan nilai Ketuhanan, kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber pada kepercayaan dan keyakinan manusia.

Nilai materiil relatif dapat diukur dengan mudah yaitu dengan menggunakan alat-alat pengukur, misalnya : dengan alat pengukur berat (kilogram), alat pengukur panjang (meter), alat pengukur luas (meter persegi), alat pengukur besar (meter kubik), alat pengukur isi (liter). Nilai rohani tidak dapat diukur dengan alat-alat seperti tadi, tetapi diukur dengan budi nurani manusia dengan dibantu oleh inderanya, akalnya, perasaannya, dan oleh keyakinannya. Penilaian ini sifatnya tidak sama bagi manusia yang satu dengan yang lain. Hal ini dipengaruhi oleh situasi dan keadaan manusia yang bersangkutan. Bagi manusia nilai dijadikan sebagai landasan atau motivasi dalam segala perbuatannya. Hal ini terlepas dari adanya orang yang dengan sadar berbuat lain dari kesadaran nilai. Dalam bidang pelaksanaannya (operasional), nilai-nilai dijabarkan dalam bentuk norma/kaidah/ukuran. Norma adalah kaidah/aturan/kriteria yang mengandung nilai tertentu yang harus dipatuhi dalam berbuat, bertingkah laku yang harus dilakukan dengan disertai sanksi.
Sanksi adalah ancaman yang akan diterima apabila norma tidak dilakukan misalnya :
1. Norma agama dengan sanksi agama,
2. Norma kesusilaan dengan sanksi rasa susila,
3. Norma sopan santun dengan sanksi sosial,
4. Norma hukum dengan sanksi hukum dari pemerintah (alat-alat negara).
Pendidikan Pancasila adalah pendidikan nilai-nilai yang bertujuan membentuk sikap positif manusia sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung nilai - nilai religius antara lain :
a. Keyakinan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa dengan sifat-sifat-Nya Yang Mahasempurna, yakni Mahakasih, Mahakuasa, Mahaadil, Mahabijaksana, dan lain-lain sifat yang suci,
b. Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yakni menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya,
c. Nilai sila 1 ini meliputi dan menjiwai sila 2,3,4, dan 5.

2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab terkandung nilai-nilai kemanusiaan antara lain :
a. Pengakuan terhadap adanya martabat manusia,
b. Perlakukan yang adil terhadap sesama manusia,
c. Manusia yang beradab berarti manusia yang memiliki daya cipta, rasa, karsa, dan keyakinan, sehingga jelas adanya perbedaan antara manusia dan hewan,
d. Nilai sila 2 ini diliputi dan dijiwai sila 1, meliputi dan menjiwai sila 3,4, dan 5.

3. Sila Persatuan Indonesia, terkandung nilai-nilai persatuan bangsa antara lain :
a. Persatuan suku-suku bangsa Indonesia yang mendiami wilayah Indonesia,
b. Pengakuan terhadap ke-Bhineka Tunggal Ika-an suku bangsa dan kebudayaan bangsa yang memberikan arah dalam pembinaan kesatuan bangsa (berbeda-beda namun satu jiwa).
c. Nilai sila 3 diliputi dan dijiwai sila 1 dan 2, meliputi dan menjiwai sila 4 dan 5.

4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan terkandung nilai kerakyatan antara lain :
a. Kedaulatan negara ada di tangan rakyat,
b. Kerakyatan dipimpin oleh hikmat kebijkasanaan yang dilandasi akal sehat,
c. Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama,
d. Musyawarah dan mufakat dicapai dalam permusyawaratan wakil-wakil rakyat,
e. Nilai sila 4 ini diliputi dan dijiwai sila 1, 2, dan 3, meliputi dan menjiwai sila 5.


5. Sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia terkandung nilai keadilan sosial antara lain :
a. Perwujudan keadilan sosial dalam kehidupan sosial atau kemasyarakatan meliputi seluruh rakyat Indonesia,
b. Keadilan dalam kehidupan sosial terutama meliputi bidang Ipoleksosbud hankamnas,
c. Cita-cita masyarakat adil dan makmur materiil dan spiritual yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia,
d. Keseimbangan antara hak dan kewajiban, dan menghormati hak orang lain,
e. Cinta akan kemajuan dan pembangunan,
f. Nilai sila 5 diliputi dan dijiwai sila 1,2,3, dan 4.


2. PANDANGAN INTEGRALISTIK DALAM PANCASILA
Dalam pidatonya di muka sidang BPUPKI pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Soepomo mengemukakan adanya tiga aliran pikiran (staatsidee) yang dapat dijadikan dasar pengertian negara.
Ketiga aliran pikiran (teori) itu ialah :
2.1 Teori perseorangan (individualistik)
Teori ini diajarkan oleh Thomas Hobbes, Jhon Locke, J.J. Rousseau, Herbert Spencer dan H.J. Laski. Teori ini diterapkan sebagai dasar negara di Eropa Barat dan Amerika yang bersifat liberal.
2.2 Teori golongan (Class Theory)
Teori ini diajarkan oleh Marx, Engels, dan Lenin. Negara dianggap sebagai alat dari suatu golongan/kelas untuk menindas kelas lain. Teori ini diterapkan di negara-negara Komunis dalam bentuk diktatur proletariat.
2.3 Teori Integralistik
Teori ini diajarkan oleh Spinoza, Adam Muller, Hegel, dan lain-lain. Menurut pikiran ini negara ialah tidak untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan, tetapi untuk menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai persatuan.

Negara ialah suatu susunan masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan dan kesatuan yang organis. Negara tidak memihak kepada suatu golongan dan tidak pula menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat, akan tetapi negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai persatuan. Kepentingan individu dan kepentingan bersama harus diserasikan dan diseimbangkan antara satu dengan lainnya. Teori integralistik bersifat dan bercita-cita persatuan antara rakyat dengan pemimpinya, anatar suatu giolongan dengan golongan lainnya, dan sebagainya. Semangat gotong royong, kekeluargaan, musyawarah adalah pencerminan paham integralistik yang terdapat dalam kehidupan bangsa.

Paham integralistik atau paham holistik dalam Pancasila mendapatkan perwujudannya antara lain dalam tujuan pembangunan nasional serta wawasan pembangunan nasional yaitu wawasan nusantara. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pandangan intergralistik dalam Pancasila dapat juga dikatakan Pancasila bersifat integralistik atau Pancasila mengandung semangat integralistik yaitu kekeluargaan dalam kebersamaan. Paham integralistik Barat yang berkembang di Jerman berbeda dengan paham integralistik di Indonesia yang berdasarkan filsafat Pancasila. Paham integralistik di Jerman melahirkan negara kekuasaan yang melahirkan Diktatur Nazisme.

Itulah sebabnya Dr. Muhammad Hatta mengusulkan agar paham integralistik Indonesia dilengkapi dengan kalimat kemerdekaan berserikat dan menyatakan pendapat.
Rumus paham integralistik dalam Pancasila antara lain ialah :
1. Bagian atau golongan yang terlibat dalam kehidupan bersama berhubungan erat dan merupakan kesatuan organis.
2. Eksistensi tiap unsur/bagian/golongan diakui dan hanya berarti dalam hubungannya dengan keseluruhan.
3. Tidak terjadi situasi yang memihak pada golongan yang kuat atau yang penting.
4. Tidak terjadi dominasi mayoritas dan tirani monoritas.
5. Tidak memberi tempat bagi paham individualisme, liberalisme, dan totaliterisme.
6. Yang diutamakan keselamatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan keseluruhan (negara dan bangsa).
7. Mengutamakan penuaian kewajiban daripada penuntutan hak-hak pribadi.
8. Mengutamakan memadu pendapat dariapada mencari kemenangan sendiri.
9. Di semangati oleh kerukunan, persatuan, kebersamaan, setia kawa, dan gotong royong.
10. Saling tolong-menolong, bantu-membantu, dan kerja sama.
11. Kasih sayang, pengorbanan, kerelaan, bukan kecurigaan dan fitnah.
12. Menuju keseimbangan lahir dan batin, individu dan masyarakat, serta lingkungan.
3. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN NEGARA
Ideologi berasal dari kata Yunani idein (=melihat) dan logia (=kata, ajaran). Secara harfiah ideologi biasa diartikan sebagai ilmu tentang idea, cita-cita, gagasan atau buah pikiran). Dalam perkembangannya kemudian ideologi menjadi berarti sistem dasar seseorang tentang nilai-nilai dan tujuan-tujuan serta sarana-sarana pokok untuk mencapainya. Dalam hubungannya dengan negara, ideologi diartikan hampir sama dengan Weltanschauung atau sebagai konsensus mayoritas warga negara tentang nilai-nilai dasar yang ingin diwujudkan. Nilai-nilai tersebut dapat egalite, fraternite, liberte (Perancis 1791), dapat pula kemerdekaan yang bertanggung jawab kepada rakyat (Amerika Serikat 1796), atau kemerdekaan dari kolonialisme (di Afrika dan Asia sesudah Perang Dunia II). Penerapan ideologi di bidang kenegaraan termasuk politik. Aliran ideologi mewarnai cara berpolitik.

Ideologi bersifat asasi sedangkan politik adalah kebijaksanaan atau pelaksanaan ideologi. Pancasila sebagai ideologi negara berarti bahwa ideologi Pancasila diharapkan mampu berperan membimbing semua warga negara dalam usaha mengisi kemerdekaan dengan tetap berpedoman kepada kelima sila dari Pancasila. Pancasila sebagai ideologi berarti bahwa ideologi Pancasila merupakan paduan gagasan dasar mengenai hidup dan kehidupan bangsa Indonesia dalam bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat. Ideologi Pancasila bukanlah ideologi yang tertutup bagi ide baru dan reliatas. Ideologi Pancasila mengakui adanya pergeseran dan perubahan nilai sebagai pertanda adanya dinamika masyarakat untuk mencapai kemajuan. Memang, Pancasila adalah ideologi terbuka yang berarti bahwa Pancasila harus kita kembangkan secara kreatif dan dinamis agar dapat menjawab segala tantangan zaman yang terus berubah dan bertambah. Caranya ialah dengan mengembangkannya melalui konsensus-konsensus nasional, melalui interpretasi-interpretasi yang kritis sehingga menjadi ideologi yang dinamis sejalan dengan perkembangan realita kehidupan masyarakat, bangsa dan negara kita, sekaligus mengupayakan agar perkembangan realita baru itu tetap dijiwai nilai-nilai Pancasila.

Bagi suatu bangsa dan negara, ideologi adalah wawasan, pandangan hidup atau falsafah kebangsaan dan kenegaraannya. Sejalan dengan itu ideologi adalah landasan dan sekaligus tujuan dalamkehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai ideologi nasional, Pancasila mengandung sifat itu. Menurut Dr. Alfian, esensi ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika internal. Dinamika internal ini membawa peluang untuk mengembangkan pemikiran baru yang relevan dan sesuai dengan kenyataan dari masa ke masa. Hal ini akan membuat ideologi tersebut selalu aktual. Ideologi terbuka memerlukan adanya dialog yang terus-menerus tentang nilai idiil yang terkandung di dalamnnya dengan realita yang ada di masyarakat.

3.1. PENGERTIAN POKOK MENGENAI PANCASILA
1. Arti Kata Dan Asal-Usul Istilah Pancasila
Kata Pancasila yang sekarang telah menjadi istilah resmi sebagai mana dasar negara Republik Indonesia mempunyai proses perkembangan sendiri, baik ditinjau dari segi bahasa maupun dari segi sejarahnya. Karena itu marilah kita analisis kata Pancasila melalui pendekatan etimologi (ilmu asal kata) dan terminologi (peristilahan).
a. Etimologi
Kata Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta. Di dalam bahasa itu kata Pancasila mempunyai dua macam arti, yaitu : Pancasila dengan huruf i biasa, berarti berbatu sendi yang lima (panca = lima ; sila = batu sendi, alas atau dasar). Pancasila, dengan huruf i panjang, bermakna lima aturan tingkah laku yang penting (sila = aturan tingkah laku yang senonoh). Dalam bahasa Indonesia pun kata sila dalam kata susila dan kesusilaan. Sila di sini berarti tingkah laku atau perbuatan yang baik. Kesusilaan berarti ukuran tingkah laku yang baik atau kesopanan atau etika.
b. Terminologi/sejarah penggunaan istilan Pancasila
Dikalangan masyarakat India yang beragama Budha, istilah Pancasila sudah lama dipergunakan. Di dalam agama tersebut pancasila berarti lima aturan kesusilaan (five moral principles) yaitu aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh penganut agama Budha.
Kelima aturan itu adalah :
1. Larangan membunuh
2. Larangan mencuri
3. Larangan berzina
4. Larangan minum (minuman keras)
5. Larangan berdusta.

Pada abad ke-14 istilah pancasila masuk ke dalam khasanah kesussastraan Indonesia. Di dalam Nagarakertagama yang ditulis pada masa kerajaan Majapahit oleh pujangga istana bernama Empu Prapanca (selesai pada tahun 1365), dapat kita temukan kata pancasila dalam sarga 53 bait ke-2 pada kalimat yang berbunyi “Yatnanggegawani pancasila kertasangskara-bhisekakrama” (=raja dengan setia mematuhi kelima pantangan itu, begitu pula upacara-upacara ibadat dan penobatan). Jadi kata pancasila dalam Nagarakertagama itu mempunyai arti lima aturan kesusilaan. Sesudah Majapahit runtuh dan Islam tersebar ke seluruh Indonesia, pengaruh ajaran agama Budha itu tidak menjadi hilang. Di masyarakat Jawa ajaran itu dikenal dengan sebutan Lima Larangan, atau biasa disebut dengan singkatan Ma Lima, yaitu lima larangan dimulai dari penggalan kata Ma sebagai berikut :
1. Manteni, yang berarti membunuh
2. Maling, yang berarti mencuri
3. Madon, yang berarti berzina
4. Mabok atau Madat, yang berarti minum minuman keras atau menghisap candu.
5. Main, yang berarti berjudi.

Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) istilah Pancasila yang mempunyai arti lima dasar negara dipergunakan untuk pertama kali oleh Ir.Soekarno untuk memberi nama kepada lima prinsip dasar negara Indonesia yang diusulkannya. Dikemukakan oleh Ir.Soekarno bahwa istilah Pancasila itu diperolehnya atas petunjuk temannya seorang ahli bahasa (kemungkinan besar Muhammad Yamin). Pada tanggal 18 Agustus 1945 yaitu sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan dan mensahkan UUD yang kini dikenal dengan sebutan UUD 1945. Dalam pembukaan UUD 1945 itu tercantum lima dasar negara yang kini dikenal dengan sebutan Pancasila, sekalipun istilah Pancasila sendiri tidak tercantum di dalam Pembukaan UUD itu.

1. Kedudukan Dan Fungsi Pancasila
Kita mengenal banyak sebutan di masyarakat mengenai kedudukan dan fungsi Pancasila. Sebutan-sebutan yang sering kita dengan antara lain ialah :
1.1. Pancasila adalah jiwa bangsa Indonesia
Hal ini berarti bahwa Pancasila melekat erat pada kehidupan bangsa Indonesia dan menentukan eksistensi bangsa Indonesia. Segala aktivitas bangsa Indonesia disemangati oleh jiwa Pancasila.

1.2. Pancasila adalah kepribadian bangsa Indonesia
Hal ini berarti bahwa sikap mental, tingkah laku dan amal perbuatan bangsa Indonesia mempunyai ciri-ciri khas yang dapat dibedakan dengan bangsa lain. Ciri-ciri khas inilah yang dimaksud dengan kepribadian, dan kepribadian bangsa Indonesia itu adalah Pancasila.

1.3. Pancasila Adalah Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Hal ini berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk, penuntun, dan pegangan dalam mengatur sikap dan tingkah laku manusia Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

1.4. Pancasila Adalah Falsafah Hidup Bangsa Indonesia
Falsafah berasal dari kata Yunani “philopsophia”. Philos atau philein berarti to love, mencintai, atau mencari. Sophia berarti wisdom, kebijaksanaan atau kebenaran. Jadi secara harifah falsafah berarti mencintai kebenaran. Pancasila oleh bangsa Indonesia diyakini benar-benar memiliki kebenaran. Falsafah berarti pula pandangan hidup, sikap hidup, pegangan hidup, atau tuntunan hidup.

1.5. Pancasila Sebagai Weltanschauung Bangsa Indonesia Atau Sebagai Philopsophishe Grondslag Bangsa Indonesia
Kata-kata ini diucapkan oleh Ir. Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 di muka Sidang BPUPKI. Welt berarti dunia, anshauung berarti pandangan. Dalam Kamus Jerman-Inggris Weltanschauung diberi arti conception of the world, philopsophy of life. Jadi Weltanschauung berarti pandangan dunia atau pandangan hidup atau falsafah hidup atau philosophisce grondslag (=dasar falsafah).

1.6. Pancasila adalah perjanjian luhur rakyat Indonesia
Hal ini berarti bahwa Pancasila telah disepakati dan disetujui oleh rakyat Indonesia melalui perdebatan dan pertukar pikiran baik dalam Sidang BPUPKI maupun PPKI oleh para pendiri negara. Perjanjian luhur tersebut dipertahankan terus oleh negara dan bangsa Indonesia. Kita semua mempunyai janji untuk melaksanakan, mempertahankan serta tunduk pada asas Pancasila.
Pancasila adalah cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia
Hal ini berarti bahwa Pancasila bukan hanya merupakan pegangan dan pedoman, tetapi juga merupakan cita-cita yang ingin kita capai yaitu terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
1.7. Pancasila adalah dasar negara Republik Indonesia
Hal ini berarti bahwa Pancasila dipergunakan sebagai dasar dan pedoman dalam mengatur pemerintahan dan penyelenggaraan negara. Isi dan tujuan dari semua perundang-undangan di Indonesia harus berdasarkan Pancasila dan tidak boleh menyimpang serta bertentangan dengan jiwa Pancasila. Pancasila dalam penertian ini disebut dalam Pembukaan UUD 1945. Sebagai dasar negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.
1.8. Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum
Pancasila dalam pengertian ini dikemukakan dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (jo. Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No. IX/MPR/1978). Pancasila dalam pengertian ini berarti bahwa Pancasila menjadi sumber tertib hukum. Semua pengaturan perundang-undangan yang disusun untuk mengatasi serta menyalurkan persoalan-persoalan yang timbul berhubungan dengan penyelenggaraan negara RI harus bersumber kepada Pancasila. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum berkaitan erat dengan Pancasila sebagai dasar negara.
1.9. Pancasila adalah landasan idiil
Kalimat ini terdapat ketetapan MPR mengenai Garis-Garis Besar Haluan Negara. Hal ini berarti bahwa landasan idiil GBHN adalah Pancasila. Apabila sebutan-sebutan itu kita selami secara mendalam, maka kita akan sampai kepada kesimpulan bahwa pada hakikatnya Pancasila itu mempunyai dua fungsi pokok, yaitu :
1. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (butir a, b, c, d, e, f, g).
2. Pancasila sebagai dasar negara (butir h,i, j).
Sehubungan dengan kedua fungsi pokok tadi, maka pengalamannya pun ada dua sifatnya :
1. Yang obyektif atau imperatif/suruhan, dan
2. Yang subyektif.

1. Obyektif atau imperatif/Suruhan.
Sebagai dasar negara pengalamannya bersifat obyektif, dalam arti bahwa pengalamannya didasarkan kepada ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, Dalam hal ini Pancasila menjadi dasar resmi dari lembaga-lembaga negara beserta seluruh kegiatannya. Siapa yang melanggar Pancasila sebagai dasar negara harus ditindak berdasarkan hukum yang berlaku.
2. Subyektif.
Sebagai pandangan hidup pengalamannya bersifat subyektif, dalam arti bahwa pengalamannya diserahkan kepada individu masing-masing tanpa disertai sanksi hukum. Walaupun demikian ia terikat oleh cita-cita yang terkandung di dalam jiwa Pancasila untuk mewujudkannya. Pengalaman Pancasila sebagai pandangan hidup (alam kehidupan sehari-hari) harus didasari oleh sikap mental, pola berfikir, dan tingkah laku yang dijiwai oleh Pancasila. Hal ini berarti bahwa terwujudnya nilai-nilai Pancasila dalam hidup sehari-hari merupakan tujuan bagi seluruh kegiatan kita. Dengan arti dan peranan demikian, Pancasila sekaligus merupakan ukuran tingkah laku kita. Dengan demikian maka jelaslah bahwa arti dan peranan Pancasila sebagai pandangan hidup dan sebagai dasar negara, keduanya merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan. Oleh karena itu penghayatan dan pengalaman Pancasila harus dilakukan dengan serasi dan terpadu.


2. Pancasila Yang Resmi Dan Yang Harus Kita Hayati Serta Amalkan
Ciri-ciri Pancasila yang resmi baik dan benar adalah :
Pancasila sebagai dasar negara secara resmi tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Penempatan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 memberi kekuatan yuridis konstitusional kepada Pancasila. Oleh karena UUD yang berlaku kini ialah UUD 1945, maka dengan sendirinya rumusan dan sistematika Pancasila yang resmi dan yang harus kita hayati pun ialah rumusan dan tata urutan Pancasila seperti yang tercantum pada alenia ke-4 Pembukaan UUD 1945, yaitu :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Hal ini diperkuat oleh Instruksi Presiden No. 12 Tahun 1968 tanggal 13 April 1968 yang menetapkan bahwa ;
“ rumusan dan tata urutan Pancasila sebagaimana dimuat dalam Pembukaan UUD 1945, dinyatakan sebagai rumusan dan tata urutan yang resmi dalam penulisan, pembacaan, dan pengucapan Pancasila ”.

Dalam pidato Peringatan Hari Lahir Pancasila pada tanggal 1 Juni 1967 di Jakarta, Pj. Presiden Soeharto mengemukakan bahwa “Pancasila adalah lima dasar yang merupakan satu totalitas, yang merupakan satu kebulatan yang tunggal, yang tiap-tiap sila selalu mengandung keempat sila yang lain. Tiap-tiap sila tidak boleh dilepaskan dari sila yang lain, tiap-tiap sila tidak boleh dipertentangkan terhadap sila yang lain, lebih-lebih karena di antara sila-sila itu memang tidak ada hal-hal yang bertentangan. Dari ucapan Presiden Soeharto itu tegaslah bahwa Pancasila itu merupakan satu rangkaian kesatuan yang tidak terpisahkan, tiap sila mengandung empat sila lainnya sehingga kalau membuat rumus bagi isi dari sila-sila Pancasila sebagai rangkaian kesatuan adalah sebagai berikut :
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan yang berkadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah kemanusiaan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Sila Persatuan Indonesia, adalah persatuan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, adalah yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, dan yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Berhubung dengan pengertian Pancasila yang merupakan satu kesatuan itu, maka kata Pancasila itu pun harus ditulis dengan satu kata yaitu Pancasila bukan dengan dua kata yaitu Panca Sila seperti yang sering kita jumpai. Hal ini sesuai pula dengan ketentuan Pedoman Umum Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Memahami Pancasila sebagai satu kesatuan akan menghindarkan kita dari penafsiran yang berbeda-beda yang dapat kita memungkinkan lahirnya hal-hal yang saling bertentangan. Kita masih ingat dalam sejarah adanya pemberontakan PKI tahun 1948 dan tahun 1965, pemberontakan DI/TII di antara tahun 1948-1962, adanya usaha-usaha memberi arti kepada Pancasila sebagai NASAKOM dengan menampilkan pengertian sosialisme Indonesia sebagai Marxisme. Terjadinya hal-hal tersebut diakibatkan oleh adanya penafsiran yang berbeda-beda terhadap Pancasila yang ditujukan demi kepentingan dirinya atau golongannya. Sebagai gambaran masilah kita lihat apa yang akibatnya apabila kita tidak memahami Pancasila sebagai suatu kesatuan, misalnya : Bila sila Ketuhanan Yang Maha Esa tidak dikaitkan dengan sila-sila lainnya,khusunya dengan sila keempat, akan memungkinkan lahirnya theokrasi yang absolut. Bila sila kemanusiaan yang adil dan beradab tidak dikaitkan dengan sila-sila lainnya, khususnya dengan sila ketiga memungkinkan lahirnya kosmopolitanisme yaitu paham yang tidak mengakui adanya negara nasional. Bila sila persatuan Indonesia tidak dikaitkan dengan sila-sila lainnya, khususnya dengan sila kedua, dapat berkembang ke arah sovinisme yaitu paham kebangsaan yang sempit yang tidak mengakui adanya negara nasional. Bila sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan tidak dikaitakn dengan sila-sila lainnya, khususnya dengan sila kelima, maka ia akan terjerumus ke liberalisme atau ke demokrasi politik saja. Bila sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tidak dikaitkan dengan sila-sila lainnya, khususnya dengan sila kesatu atau keempat, maka ia dapat mengarah kepada sosialisme yang atheis atau sosialisme yang tidak demokratis.

Kita mengakui bahwa lima nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila secara sendiri-sendiri mungkin saja bersifat universal, karena masyarakat atau bangsa lain mungkin pula memilikinya. Tetapi persepsi kita ialah melihat, memahami, dan menghayati kelima dasar itu dalam satu rangkaian yang utuh, satu sistem nilai dasar yang saling berkaitan, saling menjiwai, saling mengisi dan saling memperkuat. Di sinilah letak keorsinilan dan kekhasan sebagai ideologi bangsa dan negara kita. (Ideologi adalah pandangan hidup atau falsafah kebangsaan dan kenegaraan yang menjadi landasan dan sekaligus tujuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara). Telah dikemukakan bahwa Pancasila yang resmi ialah Pancasila yang rumusan dan tata urutannya sama dengan yang dimuat dalam Pembukaan UUD 1945. Hal ini bukan karena alasan yuridis konstitusional, melainkan juga karena alasan moral (menurut Drs. Moh. Hatta).
a. Alasan Moral :
Moralitas manusia yang beragama atau insan Indonesia sejati, menuntut agar penempatan urutan Pancasila sebagaimana diterakan dalam Pembukaan UUD 1945. Sebab dengan cara diatas, kita selaku insan ciptaan Tuhan tahu menempatkan diri serta bersykur kepada-Nya.
b. Alasan atas berfikir logis :
Tuhan Yang Maha Esa (sila kesatu), sebagai Causa Prima, menciptakan segala sesuatu termasuk di dalamnya manusia yang dilengkapi dengan akal dan budi (sila kedua). Manusia di dunia ini terdiri atas berbagai bangsa yang masing-masing terhimpun karena adanya perasaan untuk bersatu (sila ketiga). Dalam mengatur kehidupan bangsa tadi diperlukan adanya rule of the games atau aturan permainan yang baik dalam hal ini kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan (sila keempat) dengan tujuan mewujudkan kehidupan yang bahagia dan sejahtera lahir dan batin (sila kelima).

Kalau melihat inti sarinya, tata urutan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 itu menunjukan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya isi, tiap-tiap sila yang dibelakang sila lainnya merupakan pengkhususan dari sila-sila yang ada di mukanya. Susunan dan bentuk ini oleh Prof. Notonagoro diberi sebutan hierarkhis piramidal. Dalam hal ini Prof. Dardji Darmodihardjo menyebutkan sistematis hierarkhis.
Gambaran Pancasila sebagai suatu kesatuan dan sistematis hierarkhis itu dapat pula dikemukakan sebagai berikut :
1. Sila 1 ; Ketuhanan Yang Maha Esa meliputi dan menjiwai sila 2,3,4, dan 5.
2. Sila 2 : Kemanusiaan yang adil dan beradab diliputi dan dijiwai sila 1, meliputi dan menjiwai sila 3,4, dan 5.
3. Sila 3: Persatuan Indonesia diliputi dijiwai sila 1 dan 2 meliputi dan menjiwai sila 4 dan 5.
4. Sila 4 : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan diliputi dan dijiwai sila 1,2,3, meliputi dan menjiwai sila 5.
5. Sila 5 : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia diliputi dan dijiwai sila 1, 2, 3, dan 4.

Demi adanya kesatuan bahasa, kesatuan pandangan, dan kesatuan gerak langkah dalam hal menghayati serta mengamalkan Pancasila, MPR telah menetapkan Ketetapan No. II/MPR/1978 mengenai Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau lebih dikenal dengan sebutan P4 atau Ekaprasetia Pancakarsa yang berarti tekad yang tunggal untuk melaksanakan lima kehendak.

3. Isi Dan Makna Sila-Sila Pancasila
Kalau dalam subbab ini kita hendak mendekati isi dan makna sila demi sila dari Pancasila, bukan berarti bahwa kita hendak melepaskan salah satu sila dari sila lainnya. Usaha untuk memahami sila demi sila ini dimaksud agar kita lebih menyadari bahwa sila-sila Pancasila itu memang harus dibaca dan dipahami dalam rangka rangakaian kesatuan.
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Dasar mengandung pengertian bahwa bangsa Indonesia percaya dan berkeyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi sebab adanya manusia dan alam semesta serta segala yang hidup dan kehidupan di dalamnya. Tuhan adalah Maha Pencipta, Causal Prima dari segala yang ada. Yang Maha Esa berarti Yang Mahatunggal dan tidak ada yang menyamai-Nya. Dalam hal ini Surat Al-Ikhlas menyatakan bahwa “Tuhan adalah Allah Yang Maha Esa”. Surat Al-An’aam ayat 102 mengatakan bahwa “Demikianlah Allah itu Tuhan Kamu, tidak ada Tuhan selain Dia”. Perjanjian Lama, Yesaya 44 ayat 6 menyatakan bahwa “… Aku ini yang Pertama dan Aku ini yang Terkemudian, kecuali Aku tiadalah yang lain adanya”. Perjanjian Baru, Marcus 12 ayat 29 menyatakan bahwa “… adapun Allah Tuhan kita, ialah Tuhan Yang Maha Esa”. Di dalam kitab Chandogya Upanisad disebutkan bahwa “Tuhan adalah Tunggal dan tiada dua-Nya”. Juga di dalam kitab Rg. Veda disebutkan bahwa “Sebenarnya Tuhan itu adalah Satu, tetapi orang-orang menyebutnya dengan nama bermacam-macam”.

Pasal 29 UUD 1945 menegaskan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Hal ini berarti bahwa di Negara Republik Indonesia tiap pemeluk agama dapat hidup dengan tentram, rukun, dan damai, hormat-menghormati satu sama lain. Ketuhanan Yang Maha Esa berarti bahwa agama yang dipeluk harus berdasarkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam hal ini Mr. Muhamad Yamin dalam bukunya Proklamasi dan Konstitusi RI secara tegas menyatakan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan monotheisme (Ketuhanan Yang Satu) dan bukan polytheisme (Kedewaan yang banyak) dan sekali-kali tidaklah berdasarkan atheisme (tidak ber-Tuhan)”. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mencerminkan sifat bangsa Indonesia yang percaya bahwa ada kehidupan lain di masa nanti setelah kehidupan kita di dunia sekarang. Hal ini memberi dorongan untuk mengejar nilai-nilai luhur yang akan membuka jalan bagi kehidupan yang baik di masa nanti itu.

Semua segi kehidupan kita hendaknya menggambarkan perwujudan dan kepercayaan serta ketakwaan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kita harus selalu berusaha menjalankan segala perintah-Nya. Kehidupan ini hendaknya tergambar dan terwujud dalam hidup pribadi kita masing-masing dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara sehari-hari. Di dalam UUD 1945 prinsip sila Ketuhanan Yang Maha Esa diwujudkan dalam : Pembukaan alinea ke-3 dan ke-4, pasal 9 mengenai sumpah Presiden dan Wakil Presiden, dan pasal 29 mengenai Agama.

b. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab
Dasar ini lahir karena pandangan hidup mengaggap bahwa semua manusia di seluruh dunia sama. Mereka adalah makhluk Tuhan. Anggapan ini menyebabkan timbulnya pandangan yang luas, tidak terikat oleh batas negara atau bangsanya sendiri, melainkan selalu membuka pintu persahabatan dunia atas dasar sama derajat. Dengan demikian, dasar ini juga menentang paham kebangsaan yang sempit (sovinisme). Berhubung dengan itu, maka dasar ini pun tidak membenarkan adanya penjajahan di atas bumi ini, tidak menghendaki adanya penindasan manusia oleh manusia yang lain baik secara lahiriah maupun batiniah, baik oleh bangsa sendiri maupun oleh bangsa lain. Manusia dikaruniai dua sifat yang penting yaitu tertuju kepada kepentingan diri sendiri (sifat individual) dan tertuju kepada kepentingan orang lain atau kepentingan masyarakat umum dan negara (sifat sosial). Kedua sifat itu harus kita kembangkan secara selaras, serasi, dan seimbang. Dalam rangka hubungan antar bangsa, prinsip kemanusiaan ini telah meletakan dasar politik luar negeri yang bebas dan aktif. Kemanusiaan Indonesia adalah kemanusiaan yang adil dan beradab. Adil berarti di dalamnya tidak terdapat kesewenang-wenangan. Beradab berarti berbudaya, menjunjung tinggi nilai-nlai kesusilaan. Di dunia ini hanya manusialah yang dapat memiliki peradaban atau kebudayaan.

Ciri khas dari peradaban atau kebudayaan ialah kesadasaran manusia akan dirinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Kemanusiaan yang adil dan beradab berarti pula bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sederajat dan sama terhadap perundang-undangan, serta mempunyai kewajiban dan hak-hak yang sama sehingga menumbuhkan rasa keadilan di antara segenap warga negara.
“Melaksanakan kemanusiaan yang adil dan beradab tidak boleh diartikan sebagai kelemahan, sebab keadilan dan peradaban justru menuntut tindakan terhadap mereka yang bersalah, menuntur perlindungan kepada yang lemah, tetapi semua tidankan itu harus dilakukan secara adil berdasarkan hukum dan setimpal dengan kesalahannya”, demikian menurut Presiden Soeharto.

Prinsip sila kemanusiaan yang adil dan beradab ini dalam UUD 1945 tertuang dalam : Pembukaan alinea ke-1 dan ke-4, pasal 26, 27, dan 28 mengenai warga negara, pasal 30 mengenai pertahanan negara dan pasal; 31 mengenai pendidikan.

c. Sila Pesatuan Indonesia
Dasar ini mengandung prinsip nasionalisme, cinta bangsa dan tanah air, serta bertekad terus menggalang persatuan dan kesatuan bangsa dengan tidak membedakan antar suku bangsa dan antar golongan, berdasarkan atas satu tekad dan cita-cita bersama. Nasionalisme adalah syarat mutlak bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup suatu bangsa. Tanpa perasaan nasionalisme, suatu bangsa akan hancur terpecah-belah dari dalam. Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan dalam suatu kesatuan yang serasi, utuh, dan tidak saling bertentangan. Kata Indonesia mengandung dua makna yaitu makna geografis yaitu suatu wilayah yang membentang dari Sabang sampai Merauke, meliputi bagian bumi yang membentang dari 95-145 Bujur Timur dan dari 6 derajat Lintang Utara sampai 11 derajat Lintang Selatan, dan makna bangsa yaitu bangsa yang hidup di wilayah tersebut. Dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan perasaan kebangsaan itu terutama didorong oleh berbagai faktor seperti adanya persamaan latar belakang yang bersifat kebudayaan, pengalaman selama masa-masa yang lalu, adanya perasaan nasib, sejarah, watak, tujuan, wilayah dan kehendak untuk hidup bersama dalam suatu negara.
Secara khusus, pertumbuhan persatuan Indonesia itu melalui tahap-tahap sebagai berikut :
1. Kebangkitan Nasional yang dimulai tahun 1908 ;
2. Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 ;
3. Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945.

Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan dan suku bangsa serta membina tumbuhnya persatuan dan kesatuan bangsa. Kita memang menyadari adanya bermacam-macam suku bangsa, bahasa, golongan, dan sebagainya, tetapi kit apun bertekad untuk tetap bersatu sesuai dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Dengan dicantumkannya sila kemanusiaan yang adil dan beradab di samping dasar nasionalisme ini, berarti bahwa paham kebangsaan Indonesia bukanlah paham kebangsaan yang sempit yang hanya mengangungkan bangsanya sendiri dan merencahkan bangsa lain, tetapi merupakan dasar yang menuju perdamaian dunia, hormat menghormati satu sama lain berdasarkan atas persamaan derajat antarbangsa serta berdaya upaya untuk melaksanakan terciptanya perdamaian dunia yang kekal abadi, serta membina kerjasama untuk kesejahteraan umat manusia.
Jadi sila persatuan Indonesia itu mempunyai arti :
1. Ke dalam menggalang persatuan dan kepentingan seluruh rakyat dengan tidak membedakan suku atau golongan.
2. Ke luar menggalang kerjasama antarbangsa atas dasar persamaan derajat untuk melaksanakan terciptanya perdamaian dunia serta kesejahteraan umat manusia.
Di dalam UUD 1945 prinsip sila Persatuan Indonesia ini terdapat dalam Pembukaan alinea ke-4, pasal 30 mengenai pertahanan negara, pasal 35 mengenai bendera, dan pasal 36 mengenai bahasa.

d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Dasar ini menunjukan bahwa negara RI menganut paham demokrasi, dalam hal ini Demokrasi Pancasila. Ini berarti bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dari wakil-wakil yang dipilih oleh rakyat. Pasal 1 UUD 1945 menegaskan bahwa “kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan berarti bahwa tindakan bersama diambil sesudah ada keputusan bersama yang diambil secara musyawarah. Jelas di dalamnya menolak diktatur, menolak liberalisme yang terlalu mengutamakan kepentingan individu. Demokrasi Pancasila bukan ditentukan oleh kemenangan jumlah suara, bukan ditentukan oleh paksaan kekuatan, melainkan kebulatan mufakat yang dikedepankan sebagai hasil hikmat kebijaksanaan. Hikmat kebijaksanaan berarti suatu sikap yang dilandasi oleh penggunaan pikiran sehat dengan selalu mempertimbangkan kepentingan persatuan dan kesatuan bangsa. Ketetapan No. I/MPR.1973 menegaskan bahwa pengambilan keputusan pada dasarnya diusahakan sejauh mungkin dengan musyawarah untuk mencapai mufakat, dan apabila hal ini tidak mungkin, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Permusyawaratan itu dimaksud untuk merumuskan dan memutuskan sesuatu kehendak rakyat sehingga tercapai keputusan tinggi dari semua pihak untuk melaksanakan semua keputusan yang telah diambil bersama itu. Di dalam UUD 1945 prinsip sila ke-4 Pancasila ini tercantum dalam : Pembukaan alinea ke-4, pasal 1 mengenai bentuk dan kedaulatan, pasal 2 dan 3 mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat, pasal 5 mengenai kekuasaan Presiden dalam membuat Undang-undang, pasal 9 mengenai sumpah Presiden, pasal 11 mengenai kekuasaan Presiden dalam menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain, pasal 19 mengenai DPR, pasal 37 mengenai perubahan UUD.

e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dasar ini berwujud hendak melaksanakan kesejahteraan umum bagi semua warga negara. Seluruh kekayaan alam Indonesia dan seluruh potensi bangsa diolah bersama untuk kemudian dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kebahagiaan seluruh rakyat. Keadilan sosial dalam sila ke-5 ini bertolak dari pengertian bahwa antara pribadi/individu dengan masyarakat tidak dapat dipisahkan. Masyarakat adalah tempat hidup dan berkembangnya pribadi, sedangkan pribadi adalah komponen masyarakat. Jadi, tidak boleh terjadi praktik yang mementingkan masyarakat juga tidak boleh terjadi praktik yang menitikberatkan kepada kepentingan individu. Keadilan sosial mengandung arti tercapainya keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan masyarakat baik meliputi kepentingan materiil maupun spiritual. Keadilan sosial berarti pula harus melindungi yang lemah, tetapi hal ini bukan berarti bahwa yang lemah tidak bekerja dan sekedar hanya menuntu perlindungan, bahkan justru harus bekerja menurut kemampuan dan bidangnya. Perlindungan yang diberikan adalah untuk mencegah kesewenang-wenangan dari yang kuat. Prinsip sila ke-5 Pancasila ini diwujudkan dalam UUD 1945 pada : Pembukaan alinea ke-4, pada pasal 33 dan 34 mengenai kesejahteraan sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar