Sabtu, 16 April 2011

POLITIK DAN STRATEGI

BAB III
POLITIK DAN STRATEGI



A. SISTIM KONSTITUSI

1. ISTILAH KONSTITUSI

Istilah konstitusi dari sudut sejarah telah lama dikenal yaitu sejak Zaman Yunani Kuno. Diduga 'Konstitusi Athena' yang ditulis oleh seorang Xenophon (abad 425 S.M.) merupakan konstitusi pertama. konstitusi Athena dipandang sebagai alat demokrasi yang sempurna. Dapat diduga bahwa pemahaman orang tentang apa yang diartikan Konstitusi, sejalan dengan pemikiran orang-orang yunani kuno tentang negara. Dalam masyarakat Yunani Purba dikatakan, bahwa Politea diartikan sebagai Konstitusi, sedangkan Nomoi adalah undang-undang biasa. Perbedaan dari istilah tersebut adalah politea mengandung kekuasaan lebih tinggi daripada nomoi, karena mempunyai kekuatan membentuk agar tidak bercerai berai. Dalam kebudayaan Yunani istilah konstitusi berhubungan erat dengan ucapan Respublica Constituere. Sehingga lahirlah semboyan yang berbunvi "Pricep Legibus solutus esrt, Salur Publica Suprema lex’' yang berarti rajalah yang berhak menentukan organisasi/struktur daripada negara, oleh karena itu adalah satu-satunya pembuat undang-undang. Dengan demikian istilah kontitusi pada zaman Yunani purba, baru diartikan secara materiil, karena konstitusi saat itu belum diletakkan dalam suatu naskah yang tertulis. Wirjono Prodjodikoro berpendapat :
” Istilah konstitusi berasal dari kata kerja contituer (bahasa Perancis) yang berarti membentuk, yaitu membentuk suatu negara. Sehingga konstitusi mengandung permulaan dari segala peraturan mengenai suatu negara, dengan demikian suatu konstitusi memuat suatu peraturan pokok (fundamental) mengenai sendi-sendi pertama untuk menegakkan bangunan besar yaitu negara.”

Bertolak dari konsepsi tersebut maka, secara umum istilah konstitusi menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah negara peraturan-peraturan tersebut ada yang tertulis dan yang tidak tertulis.

Dengan rumusan yang sama Abu Bakar Busroh dan Abu Daud Busroh, mengatakan:
” Konstitusi pada dasarnya mengandung pokok-pokok pikiran dan paham-paham, yang melukiskan kehendak yang menjadi tujuan dari faktor-faktor kekuatan yang nyata (de reele machtsfactoren) dalam masyarakat yang bersangkutan. Artinya suatu konstitusi pada dasarnya lahir dari sintesa ataupun reaksi terhadap paham-paham pikiran yang ada dalam masprakat sebelumnya ”.

Menurut Sri Sumantri :
” Istilah konstitusi berasal dari perkataan constitution. Yang dalam bahasa Indonesia dijumpai istilah hukum yang lain, yaitu undang-undang dasar dan/atau hukum dasar. Dalam perkembangannya istilah konstitusi mempunyai dua pengertian, yaitu pengertian yang luas dan pengertian yang sempit ”.

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim berpendapat :
” Konstitusi yang berasal dari istilah Constitution (Bhs. Inggris dan Perancis), Constitutio (Bhs. Latin) atau Verfasung (Bhs. Belanda) memiliki perbedaan dari undang-undang dasar atau Grundgesetz. Jika ada kesamaan itu merupakan kekilafan pandangan di Negara-negara modern. Kekilafan tersebut disebabkan oleh pengaruh faham kodifikasi yang menghendaki setiap peraturan harus tertulis, demi mencapai kesatuan hukum, kesederhanaan hukum dan kepastian hukum ”.
Sehubungan dengan istilah konstitusi ini para sarjana dan ilmuwan Hukum Tata Negara terjadi perbedaan pendapat:
1. Kelompok yang mempersamakan Konstitusi dengan UUD, antara lain:
a. G.J. Wolhaff, kebanyakan negara-negara modern adalah berdasarkan atas suatu UUD (konstitusi);
b. Sri Sumantri, menulis menggunakan istilah konstitusi sama dengan UUD (grondwet);
c. I.C.T. Simorangkir mengangap bahwa konstitusi adalah sama dengan UUD.
2. Kelompok yang membedakan konstitusi dengan UUD, antara lain:
a. Van Apeldoorn, bahwa UUD adalah bagian tertulis dari konstitusi. Konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun yang tidak tertulis;
b. M. Solly Lubis, akhirnya jika kita lukiskan pembagian konstitusi itu dalam suatu skema, maka terdapatlah skema sebagai konstitusi tertulis (UUD) dan konstitusi tidak tertulis (konvensi);
c. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, bahwa setiap peraturan hukum, karena pentingnya harus ditulis dan konstitusi yang ditulis itu adalah UUD.

Menurut paham Herman Heller, konstitusi mempunyai arti yang lebih luas dari UUD. Dia membagi konstitusi dalam tiga pengertian antara lain :
a. Konstitusi mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan (Die politiche Verfassung als Gesellschaftliche) dan ini belum merupakan konstitusi dalam arti hukum (ein rechtsverfassung) atau masih merupakan pengertian sosiologi/politik dan belum merupakan penger¬tian hukum.
b. Unsur-unsur hukum dari konstitusi yang hidup dalam masyarakat itu dijadikan sebagai suatu kesatuan kaidah hukum (rechtverfassung) dan tugas mencari unsur-unsur hukum dalam ilmu pengetahuan hukum disebut abstraksi.
c. Ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-¬undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara.

Suatu Rechtverfassung memerlukan dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu syarat mengenai bentuknya dan syarat mengenai isinya. Bentuknya sebagai naskah tertulis yang merupakan undang-undang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara. Isinya merupakan peraturan yang fundamental.

Menurut Lord Bryce, terdapat 4 (empat) motif timbulnya konstitusi:
1. Adanya keinginan anggota warga negara untuk menjamin hak-haknya yang mungkin terancam dan sekaligus membatasi tindakan-tindakan penguasa;
2. Adanya keinginan dari pihak yang diperintah atau yang memerintah dengan harapan untuk menjamin rakyatnya dengan menentukan bentuk suatu sistem ketatanegaraan tertentu;
3. Adanya keinginan dari pembentuk negara yang baru untuk menjamin tata cara penyelenggaraan ketetatanegaraan;
4. Adanya keinginan untuk menjamin kerjasama yang efektif antar negara bagian.


2. PENGERTIAN KONSTITUSI

Konstitusi menurut makna katanya berarti 'dasar susunan badan politik' yang bernama negara. Konstitusi menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah negara.

K.C Wheare F.B.F seperti dikutip Juniarto mengatakan:
Istilah constitution pada umumnya dipergunakan untuk menunjuk kepada seluruh peraturan mengenai ketatanegaraan suatu negara yang secara keseluruhan akan menggambarkan sistem ketatanegaraannya. Sistem ketatanegaraan tersebut terbagi dalam dua golongan, yaitu peraturan berderajat (law) dan berderajat nonlegal (extralegal).

Sedangkan dalam pandangan Bolingbroket:
”Yang dimaksud konstitusi, jika berbicara dengan cermat dan tepat, adalah kumpulan hukum, lembaga, dan kebiasaan, yang berasal dari prinsip-prinsip tertentu ... yang menyusun sistem umum, dan masyarakat setuju untuk diperintah menurut sistem itu” .
Berdasarkan pendapat di atas, maka pada dasarnya peraturan-peraturan (konstitusi) ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang, berupa UUD atau UU dan ada yang tidak tertulis yang berupa ussage, understanding, custums atau convention.
Istilah konstitusi dalam perkembangannya mempunyai dua pengertian:
a. Dalam pengertian yang luas, konstitusi berarti keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar (droit constitutionelle), baik yang tertulis ataupun tidak tertulis ataupun campuran keduanya;
b. Dalam pengertian sempit (terbatas), konstitusi berarti piagam dasar atau undang-undang dasar (Ioi constitutionelle) ialah suatu dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan dasar negara. Misal UUD RI 1945, Konstitusi USA 1787.




3. PEMBAGIAN DAN KLASIFIKASI KONSTITUSI

Carl Schmitt dan K.C.Wheare dalam bukunya "Verfassungslehre" membagi konstitusi dalam empat bagian antara lain: (1) Konstitusi absolut (Absolut Begriff der Verfassung) (2) Konstitusi relatif (relative begriff der Verfassung); (3) Konstitusi positive (positive begriff der verfassung); dan (4) konstitusi ideal (ideal begriff der verfassung)

a. Konstitusi Absolut
Konstitusi dalam arti absolut memiliki makna bahwa:
1. Konstitusi dianggap sebagai kesatuan organisasi yang nyata yang mencakup seluruh bangunan hukum dan semua organisasi-organisasi yang ada dalam negara.
2. Konstitusi sebagai bentuk negara dalam arti keseluruhan (Sein Ganzheit). Bentuk negara itu bisa demokrasi atau monarki. Sendi demokrasi adalah identitas sedangkan monarki adalah reprenstasi.
3. Konstitusi sebagai faktor integrasi. Faktor integrasi ini sifatnya abstrak dan fungsional. Abstrak misalnya hubungan antara bangsa dan negara dan lagu kebangsaan, bahasa persatuannya, bendera sebagai lambang kesatuan dll. Sedangkan fungsional karena tugas konstitusi mempersatukan bangsa melalui pemilihan umum, referendum, pembentukan kabinet, suatu diskusi atau debat dalam politik pada negara-negara liberal, mosi yang diajukan oleh DPR baik sifatnya menuduh atau tidak percaya dsb.
4. Konstitusi sebagai sistem tertutup dari norma-norma hukum yang tertinggi di dalam negara. Jadi konstitusi ini merupakan norma dasar yang merupakan sumber bagi norma-norma lainnya yang berlaku dalam suatu negara.

b. Konstitusi Relatif
Konstitusi dalam arti Relatif, maksudnya sebagai konstitusi yang dihubungkan dengan kepentingan suatu golongan tertentu di dalam suatu masyarakat. Golongan itu terutama adalah golongan borjuis liberal yang menghendaki adanya jaminan dari pihak penguasa agar hak-haknya tidak dilanggar. Dalam arti relatif ini konstitusi dibagi dalam dua pengertian antara lain: (1) Konstitusi sebagai tuntutan dari golongan borjuis liberal; dan (2) Konstitusi sebagai tuntutan dalam arti formal tertulis. Berhubung agar hak-haknya tidak dilanggar oleh penguasa pengertian ini maka timbul pengertian konstitusi dalam arti materiil.

c. Konstitusi Positif
Menurut Carl Schmitt, konstitusi dalam arti positif mengandung pengertian sebagai putusan politik yang tertinggi berhubung dengan pembuatan undang-undang dasar Weimar tahun 1919 yang menentukan nasib seluruh rakyat Jerman, dengan mengubah stelsel monarki menjadi sistem pemerintahan parlementer. Menurut Kusnardi dan Harmaily, pengertian ini dihubungkan dengan pembentukan UUD 1945, bahwa proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17-8-1945 adakah konstitusi dalam arti positif.

d. Konstitusi Ideal
Disebut konstitusi dalam arti ideal karena ia merupakan idaman dari kaum borjuis liberal yaitu sebagai jaminan bagi rakyat agar hak-hak asasinya dilindungi. Cita-cita lahir sesudah revolusi Perancis yang menjadi tuntutan dari golongan tersebut agar pihak penguasa tidak berbuat sewenang-wenang terhadap rakyat.

4. NILAI KONSTITUSI
Dalam praktek ketatanegaraan, adakalanya suatu konstitusi yang tertulis tidak berlaku sesuai yang dikehendaki, hal ini dapat disebabkan ada salah satu atau beberapa isi dari konstitusi tidak dijalankan atau hanya untuk kepentingan suatu golongan atau pribadi. Tiga nilai suatu konstitusi, yaitu :
a. Nilai Normatif
Nilai normatif diperoleh apabila penerimaan segenap rakyat suatu negara terhadap konstitusi benar-benar secara murni dan konsekuen. Konstitusi ditaati dan dijunjung tinggi tanpa adanya penyelewengan sedikit pun. Dengan kata lain bahwa konstitusi telah dapat dilaksanakan sesuai dengan isi dan jiwanya baik dalam produk hukum maupun dalam bentuk-bentuk kebijaksanaan pemerintah.
b. Nilai Nominal
Nilai Nominal diperoleh apabila ada kenyataan sampai di mana batas-batas berlakunya itu, yang dalam batas-batas berlakunya itulah yang dimaksudkan dengan nilai nominal konstitusi. Contoh: ketentuan Pasal 1 Aturan Peralihan UUD 1945 sebelum amandemen dinyatakan tidak berlaku lagi karena Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tugasnya hanya dalam masa peralihan dan badan itu sendiri sudah tidak berlaku lagi sekarang. Meskipun ketentuan itu tidak dicabut tidak berarti masih berlaku terus secara efektif.

c. Nilai Semantik
Dalam hal ini konstitusi hanya sekedar istilah saja. Meskipun secara hukum konstitusi tetap berlaku, tetapi dalam kenyataannya hanya sekedar untuk memberi bentuk dari tempat yang telah ada dan untuk melaksanakan kekuasaan politik, pelaksanaannya selalu dikaitkan dengan kepentingan pihak yang berkuasa (dalam arti negative). Contoh UUD 1945 yang berlaku pada masa orde lama. UUD 1945 pada waktu itu berlaku secara hukum tetapi dalam praktek berlakunya hanya untuk kepentingan penguasa saja, dengan dalih untuk melaksanakan UUD 1945, sedangkan yang dilakukan hanya untuk kepentingan penguasa.


4.1 SIFAT KONSTITUSI
Secara umum suatu konstitusi memiliki sifat-sifat antara lain, formil dan materiil, tertulis dan tidak tertulis serta flexible (luwes/supel) dan rigid (kaku).

a. Formil dan Materiil
Konstitusi dalam arti formil berarti konstitusi yang tertulis dalam suatu ketatanegaraan suatu negara. Dalam pandangan ini suatu konstitusi baru bermakna apabila konstitusi tersebut telah berbentuk naskah tertulis dan diundangkan, misal UUD 1945. Konstitusi materiil adalah suatu konstitusi jika orang melihatnya dari segi isinya. Isi dari konstitusi pada dasarnya menyangkut hal-hal yang bersifat dasar atau pokok bagi rakyat dan negara karena itu untuk membuat konstitusi diperlukan suatu prosedur yang khusus.

b. Flexible (flexible conctitution) dan Rigid (rigid conctitution)
Menurut James Bryce, konstitusi dikatakan flexible apabila memiliki ciri-ciri pokok: (1) Elastis karena dapat menyesuaikan dirinya dengan mudah; dan (2) Diumumkan dan diubah dengan cara yang sama seperti undang-undang. Sedangkan menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim untuk menentukan suatu konstitusi bersifat flexible atau rigid dapat dipakai ukuran sebagai berikut: (1) Cara mengubah konstitusi; dan (2) Apakah konstitusi itu mudah atau tidak mengikuti pekembangan zaman (dinamisasi).
1. Cara Mengubah Konstitusi
Setiap konstitusi yang tertulis mencantumkan pasalnya tentang perubahan. Hal ini di karenakan suatu konstitusi, walaupun ia dirancangkan dalam waktu lama, selalu akan tertinggal dari perkembangan masyarakat, sehingga pada suatu saat kemungkinan perkembangan itu terjadi, maka konstitusi itu perlu diubah.
Kalau perubahan diperlukan maka haruslah diangap ‘perlu oleh rakyat banyak’, sedangkan konstitusi yang perubahannya tidak memerlukan cara yang istimewa, cukup dilakukan oleh badan pembuat undang-undang biasa. Sebaliknya konstitusi yang perubahannya dengan cara yang istimewa, umpamanya perubahan itu harus disetujui lebih dahulu oleh kedua perwakilan, konstitusi itu bersifat rigid. Negara-negara yang memiliki konstitusi flexible antara lain, New Zealand dan Inggris (konstitusi yang tidak tertulis). Sedangkan yang bersifat rigid antara lain, USA, Australia, Canada dan Swiss.
2. Dinamisasi Konstitusi
Suatu konstitusi dikatakan flexible adalah konstitusi itu mudah mengikuti perkembangan zaman. Suatu konstitusi yang mudah mengikuti perkembangan zaman, biasanya hanya memuat hal-hal yang pokok dan penting saja. Sisi negatif dari konstitusi yang flexible adalah membawa akibat kemerosotan pada kewibawaan konstitusi itu sendiri. Menurut Elster berpendapat bahwa ada delapan situasi di mana reformasi konstitusi lebih mudah dilakukan, yaitu di masa: (1) krisis ekonomi dan sosial; (2) revolusi; (3) kejatuhan suatu rezim; (4) ketakutan akan jatuhnya suatu rezim; (5) kekalahan dari suatu perang; (6) rekonstruksi setelah perang; (7) pembentukan negara baru; dan (8) kemerdekaan dari penjajahan.

4.2 TERTULIS DAN TIDAK TERTULIS
Membedakan secara prinsipil antara konstitusi tertulis dan tidak tertulis adalah tidak tepat, sebutan konsitusi tidak tertulis hanya dipakai untuk dilawankan dengan konstitusimodern yang lazimnya ditulis dalam suatu naskah. Timbulnya konstitusi tertulis dikarenakan pengaruh aliran kodifikasi. Satu-satunya negara di dunia yang mempunyai konstitusi tidak tertulis hanyalah negara Inggris. Namun prinsip-prinsip yang dicantumkan dalam konstitusi di Inggris dicantumkan undang-undang biasa, seperti Bill of Rights. Dengan demikian suatu konstitusi tertulis apabila dicantumkan dalam suatu naskah atau beberapa naskah, sedangkan yang tidak tertulis dalam suatu naskah tertentu, melainkan dalam banyak hal yang diatur dalam konvensi-konvensi atau undang-undang biasa.


B. PERUBAHAN KONSTITUSI

1. PENGERTIAN PERUBAHAN KONSTITUSI
Menurut Dasril Radjab, perbuatan mengubah harus diartikan dengan mengubah konstitusi, yang dalam bahasa Inggris adalah To Amend The Constitution sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan Verandring (Veranderingen) in de Grondwet. Sedangkan menurut John M. Echols menyebutkan bahwa amandemen adalah amandemen yang dalam arti bahasa berarti mengubah undang-undang dasar.

Lebih tegas menurut Sri Soemantri:
” Dengan memperhatikan pengalaman-pengalaman dalam mengubah konstitusi di Kerajaan Belanda, Amerika Serikat, dan Soviet Uni, maka mengubah undang-undang dasar tidak hanya mengandung arti menambah, mengurangi, atau mengubah kata-kata dan istilah maupun kalimat dalam undang-undang dasar. Tetapi juga berarti membuat isi ketentuan undang-undang dasar menjadi lain daripada semula, melalui penafsiran” .

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut jelaslah bahwa yang dimaksud dengan perubahan konstitusi, adalah suatu usaha untuk menambah dan/atau mengurangi balk sebagian dan/atau keseluruhan makna yang terkandung dalam konstitusi tersebut melalui suatu mekanisme perubahan yang ditentukan berdasarkan peraturan ketatanegaraan yang berlaku.

2. MACAM-MACAM PERUBAHAN KONSTITUSI
Adanya pengubahan konstitusi didasarkan atas klasifikasi konstitusi ke dalam yang rigid dan yang fleksibel. Konstitusi dalam arti rigid didasarkan atas sulitnya konstitusi tersebut diubah, sedangkan konstitusi dikatakan fleksibel bulat jika mudah diubah. Mengenai sifat rigiditas suatu konstitusi, K.C Wheare mengatakan bahwa sifat rigiditas suatu konstitusi bergantung pada jumlah penghalang formal (legal obstacles) untuk mengubah konstitusi tersebut. Artinya, apabila konstitusi berisi penghalang-penghalang formal untuk mengubah, dan oleh karena itu sulit diubah dan memang jarang diubah, maka konstirusi itu disebut rigid. Sebaliknya, apabila suatu konstitusi mudah diubah dan seriug diubah, dia tergolong ke dalam konstitusi yang fleksibel.

Menurut C.F. Strong dalam hukum Tata Negara dan Ilmu Politik perubahan konstitusi dapat dilakukan dengan 4 (empat) cara: (1) oleh kekuasaan legislatit (by ordinary legislative,but under certain restrictions); (2) oleh rakyat melalui referendum (by the people throug of referendum); (3) oleh sejumlah negara bagian (by a major of all units of a federal state); dan (4) dengan konvensi ketatanegaraan (by special convention).

a. By ordinary legislative, but under certain restrictions
Pengubahan konstitusi menurut sistem ini dilakukan berdasarkan tiga jalan:
1. Untuk dapat mengubah konstitusi, dalam sidang harus dihadiri oleh paling sedikit dua pertiga atau empat per lima dari seluruh jumlah anggota fixed quorum of members); dan keputusan tentang perubahan baru sah apabila usul-usul pengubahan disetujui oleh suara terbanyak (dua per tiga anggota lembaga perwakilan rakyat yang hadir);
2. Sebelum pengubahan dilakukan, lembaga perwakilan rakyat dibubarkan, kemudian diadakan pemilu yang baru; dan lembaga perwakilan rakyat yang baru inilah (sebagai konstituante) yang kemudian melakukan perubahan terhadap konstitusi;
3. Untuk mengubah konstitusi, dua lembaga perwakilan rakyat (bicameral sistem; DPR-MPR) melakukan sidang gabungan sebagai satu badan. Keputusan perubahan konstitusi sah apabila disetujui dengan suara terbanyak dari anggota-anggotanya.

b. By the people through of Referendum
Cara ini terjadi apabila pengubahan konstitusi memerlukan adanya pendapat langsung dari rakyat. Pendapat rakyat dapat dilakukan melalui referendum, plebisit, atau popular vote. Contoh referendum di Perancis, di mana de Gaulle yang diberi wewenang khusus melakukan pengubahan terhadap konstitusi dengan melakukan rancangan pengubahan kemudian rancangan itu disampaikan kepada rakyat dalam suatu referendum.

c. By a major of all units of a federal state
Cara ini hanya terjadi pada negara federal. Karena pembentukan negara federal dilakukan oleh negara-negara yang membentuknya dan konstitusinva merupakan bentuk perjanjian (traktat) antara negara-negara tadi, maka pengubahan konstitusi memerlukan adanya persetujuan negara-negara angtota (negara-negara bagian). Misal di Swiss dan Australia pengubahan, konstitusi memerlukan adanya persetujuan rakyat (lembaga perwakilan rakyat) masing-masing negara-negara anggota.

d. By Special Convention
Cara ini terjadi apabila untuk mengubah konstitusi mengharuskan dibentuknya suatu badan khusus. Misal, untuk mengubah UUDS 1950 dibentuk sebuah badan khusus yang dinamakan Majelis Perubahan Undang-Undang Dasar. Selanjutnya menurut K.C Wheare, cara mengubah konstitusi dapat dilakukan melalui empat cara: (1) some primary forces; (2) formal amendment, (3) judicial interpretation; dan (4) usages and customs,

a. Some Primary Forces, adalah cara pengubahan konstitusi yang dilakukan atau terjadi oleh sebagian besar rakyat suatu negara yang merupakan kekuatan-kekuatan yang berpengaruh atau dominan dalam kehidupan negara yang bersangkutan, atau oleh golongan-golongan yang kuat di dalam masyarakat.

b. Formal Amendment, adalah cara pengubahan konstitusi suatu negara apabila pengubahan itu dilakukan sesuai dengan atau melalui ketentuan-ketentuan yang telah tercantum di dalam peraturan perundangan yang berlaku.

c. Judicial Interpretation, yaitu pengubahan konstitusi yang dilakukan atau melalui penafsiran berdasarkan hukum. Misal, tafsiran ketentuan Pasal 37 UUD 1945 tentang pengubahan UUD) dapat ditafsirkan bahwa perubahan UUD 1945 bukan hanya pada Batang Tubuh saja, melainkan dapat dilakukan baik pada batang tubuh, penjelasan maupun pembukaannya.
d. Usages and Customs, Menurut K.C Wheare perubahan konstitusi dapat dilakukan berdasarkan kebiasaan (Usages) dan adapt istiada (Customs) ketatanegaraan. Misal pidato Presiden setiap tanggal 16 Agustus di depan sidang pleno DPR¬-MPR dan pemukulan palu oleh ketua DPR RI pada setiap pembukaan sidang, dan lainnya.

Sedangkan menurut G. Jellinek, perubahan terhadap konstitusi dapat dilakukan dengan dua cara: Pertama, melalui cara verfassungsanderung : yaitu perubahan konstitusi yang dilakukan dengan sengaja yang ditentukan dalam undang-¬undang dasar. Kedua, melalui cara verfassungawandung. yaitu perubahan konstitusi dengan cara tidak terdapat dalam undang-undang dasar, tetapi melalui cara-cara yang istimewa seperti revolusi, coup d'etat, convention dan sebagainya.


3. PERUBAHAN KONSTITUSI DI INDONESIA
Perubahan kosntitusi merupakan keharusan dalam sistem ketatanegaraan suatu negara, karena bagaimanapun konstitusi haruslah sesuai dengan realitas kondisi bangsa dan warga negaranya. Dengan kata lain, bahwa sifat dinamis suatu bangsa terhadap setiap peradaban harus mampu diakomodasi dalam konstitusi negara tersebut. Karena jika tidak, maka bukan tidak mungkin bangsa dan negara tersebut akan tergilas oleh arus perubahan peradaban itu sendiri. Pertanyaannya adalah bagaimana dengan UUD 1945? Apakah UUD 1945 memberikan peluang bagi perubahan tersebut ? Jika perubahan itu dimungkinkan bagaimana mekanisme dan prosedur perubahannya? Tidak dapat dipungkiri bahwa UUD 1945 tergolong konstitusi yang rigid, karena selain tata cara perubahannya yang tergolong sulit, juga dibutuhkan suatu prosedur khusus yaitu dengan cara by the people throuht a referendum. Kesulitan perubahan tersebut semakin jelas di dalam praktek ketatanegaraan Indonesia, dengan diberlakukannya Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983 jo UU No. 5 Tahun 1985 yang mengatur tentang Referendum.

Akan tetapi kesulitan perubahan konstitusi tersebut, menurut K.C. Wheare, memiliki motif-motif tersendiri yaitu:
1. Agar perubahan konstitusi dilakukan dengan pertimbangan yang masak, tidak secara serampangan dan dengan sadar;
2. Agar rakyat mendapat kesempatan untuk menyampaikan pandangannya sebelum perubahan dilakukan;
3. Agar berlaku di negara serikat - kekuasaan negara serikat dan kekuasaan Negara-negara bagian tidak diubah semata-mata oleh perbuatan-perbuatan masing-masing pihak secara tersendiri;
4. Agar hak-hak perseorangan atau kelompok seperti kelompok minoritas agama atau kebudavaannya mendapat jaminan.
Melihat realitas dan kondisi UUD 1945, sekalipun termasuk kategori konstitusi yang sulit dilakukan perubahan, tetapi apabila dicermati, terdapat peluang untuk perubahan terhadap konstitusi Indonesia [UUD 1945], walaupun mekanismenya tergolong berat. Secara yuridis terdapat satu pasal yang mengatur mekanisme perubahan terhadap UUD 1945, yaitu Pasal 37 yang menyebutkan:
1. Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang- kuranl;nya 1/3 dari jumlah anggota MPR;
2. Setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagaimana yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya;
3. Untuk mengubah pasal-pasal UUD, Sidang MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR;
4. Putusan untuk mengubah pasal dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR.
5. Khusus mengenai bentuk NKRI tidak dapat dilakukan perubahan.

Pasal 37 UUD 1945 tersebut mengandung 4 [empat] norma dasar, yaitu:
1. Bahwa wewenang untuk mengubah UUD ada pada MPR sebagai penjelmaan dan wakil rakyat;
2. Perubahan hanya pada pasal-pasalnya saja, kecuali pasal mengenai bentuk negara;
3. Usul perubahan dilakukan secara tertulis oleh sekurang-kurangnya dihadiri oleh 2/3 jumlah anggota MPR dan putusan untuk perubahan dilakukan dengan persetujuan lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR.

Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, Konstitusi atau UUD 1945 diberlakukan di Indonesia, telah mengalami perubahan-perubahan dan masa berlakunya sejak diproklamasikannya kemerdekaan Negara Indonesia.
Perubahan konstitusi sejak orde lama hingga orde reformasi tersebut secara rinci sebagai berikut:
1. UUD 1945 [18 Agustus 1945-27 Desember 1949];
2. Konstitusi RIS [27 Desember 1949-17 Agustus 1950]
3. UUD 1950 [17 Agustus 1950-5 Juli 1959;
4. UUD 1945 dan [5 Juli 1959-19 Oktober 1999];
5. UUD 1945 dan Perubahan Pertama [19 Oktober 1999-18 Agustus 2000];
6. UUD 1945 dan Perubahan Pertama dan Kedua [18 Agustus 2000-10 November 2001];
7. UUD 1945 dan Perubahan Pertama, Kedua, dan Ketiga [10 November 2001-10 Agustus 2002]; dan
8. UUD 1945 dan Perubahan Pertama, Kedua, Ketiga, dan Keempat [10 Agustus 2002-sekarang];


B. SISTIM POLITIK DAN KETATANEGARAAN INDONESIA

1. PENGERTIAN NEGARA DAN KONSTITUSI
Pengertian negara Negara adalah suatu organisasi dari sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang bersamasama mendiami satu wilayah tertentu dan mengakui adanya satu pemerintahan yang mengurus tata tertib serta keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia tersebut. Sifat-sifat negara Negara memiliki sifat-sifat khusus yang merupakan manifestasi dari kedaulatan yang dimilikinya dan hanya terdapat pada negara saja. Sifat sifat tersebut adalah sifat memaksa, sifat monopoli, dan sifat men¬cakup semua.

1. Sifat memaksa Negara memiliki sifat memaksa dalam arti mempunyai kekuasaan untuk menggunakan kekerasan fisik secara legal. Sarana untuk itu adrlah polisi dan tentara. Unsur paksa dapat dilihat, misalnya, pada ketentuan tentang pajak. Setiap warga negara wajib membayar pajak dan orang yang menghindari kewajiban ini dapat dikenakan denda. Demikian pula seseorang yang terkena kasus kriminal kemudian tidak memenuhi panggilan dari pihak penyidik maka orang bersangkutan dapat dijemput paksa.
2. Sifat Monopoli Negara memiliki sifat monopoli dalam menetapkan tujuan bersama masyarakat. Dalam rangka ini, negara dapat menyatakan bahwa suatu aliran kepercayaan atau aliran politik tertentu dilarang hidup dan disebarluaskan oleh karena dianggap bertentangan dengan tujuan masyarakat.
3. Sifat Mencakup Semua. Semua peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua orang tanpa kecuali, guna melapangkan jalan ke arah tercapainya masyarakat yang dicita-citakan.

Unsur negara pada hakikatnya negara memiliki unsur wilayah, rakyat, pemerintah, dan kedaulatan.
1. Wilayah adalah daerah yang menjadi kekuasaan negara serta menjadi tempat tinggal bagi rakyat negara. Wilayah negara meliputi wilayah darat, laut, dan udara.
2. Rakyat adalah penduduk yang bertempat tinggal di wilayah suatu negara, tunduk pada kekuasaan negara dan mendukung negara bersangkutan.
3. Pemerintah adalah suatu organisasi yang bertindak atas nama negara dan menyelenggarakan kekuasaan negara. Pemerintah berwenang untuk merumuskan dan melaksanakan keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh penduduk di dalam wilayahnya.
4. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya dengan semua cara yang tersedia. Negara memiliki kekuasaan tertinggi untuk memaksa semua penduduknya menaati Undang-Undang dan peraturan-peraturannya (kedaulatan ke dalam internal sovereignty) dan mempertahankan kemerdekaan terhadap serangan-serangan dan negara lain serta mempertahankan kedaulatan ke luar (external sovereignty). Untuk itu negara menuntut loyalitas mutlak dari warga negaranya.

Konstitusi Dalam ilmu politik, konstitusi bagi suatu negara adalah keseluruhan sistem aturan yang menetapkan dan mengatur tata kehidupan kenegaraan melalui sistem pemerintahan negara dan tata hubungan secara timbal balik antara pemerintah negara dan orangseorang yang berada di bawah pemerintahannya. Konstitusi suatu negara memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan tidak tertulis. Konstitusi yang tertulis disebut UUD dan konstitusi yang tidak tertulis disebut konvensi. UUD suatu negara adalah aturan-aturan pokok negara yang bersifat dasar dan belum memiliki sanksi pemaksa atau sanksi pidana bagi pelanggarannya. Konvensi adalah aturan aturan pokok ne¬gara yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis.

Muatan konstitusi. Pada hakikatnya konstitusi itu mengandung pokok-pokok sebagai berikut.
1. Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia dan warga negaranya.
2. Ditetapkan susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental.
3. Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersi¬fat fundamental.

Sifat konstitusi Konstitusi ;
1. Bersifat formal dan material,
2. Bersifat fleksibel (luwes) dan kaku (rigid).
a. Bersifat Formal, yaitu bahwa prosedur pembuatan konstitusi yang dilakukan harus secara istimewa karena isinya penting, menyangkut nasib negara dan rakyat seluruhnya.
b. Bersifat Material, bahwa isi konstitusi menyangkut hal-hal yang bersifat dasar atau pokok bagi rakyat dan negara.
c. Bersifat Fleksibel kalau konstitusi itu mudah mengikuti perkembangan zaman, memuat hal-hal yang pokok, dan untuk mengubahnya tidak memerlukan prosedur yang istimewa, cukup dilakukan oleh badan pembuat Undang-Undang biasa.
d. Bersifat Kaku kalau konstitusi itu tidak mudah mengikuti perkembangan zaman, memuat hal-hal yang pokok, dan pembuat konstitusi menetapkan prosedur perubahan yang tidak mudah. Kalau diperlukan perubahan, maka perubahan itu haruslah benarbenar dianggap perlu oleh rakyat banyak.

Akan tetapi perlu dicatat bahwa yang menentukan perlu atau tidaknya suatu konstitusi diubah adalah kekuatan politik yang berkuasa pada suatu orde. Betapa kakunya suatu konstitusi tetapi bila kekuatan politik yang berkuasa pada orde itu menghendaki perubahan, maka konstitusi akan diubah. Sebaliknya, walaupun konstitusi fleksibel tetapi jika kekuatan politik yang berkuasa tidak menghendaki adanya perubahan, konstitusi tetap tidak akan berubah.

2. KONSEP POLITIK DAN STRATEGI

a. Konsep Politik
Istilah politik berasal dari kata Yunani polistaia. polis berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri (negara) dan taia berarti 'urusan'. Pengertian politik dapat ditinjau dalam arti politics dan dalam arti policy. Politik dalam arti-politics mengandung makna kepentingan umum warga negara. Politics adalah suatu rangkaian azas/prinsip, keadaan, jalan, cara, dan alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau mencapai keadaan yang diinginkan. Dalam artian ini, politik sebagai wahana bergerak bagi keseluruhan individu atau kelompok individu masing-masing memiliki kepentingan dan idenya sendiri. Politik dalam arti polity diartikan sebagai kebijaksanaan, yakni penggunaan pertimbangan-pertimbangan yang dianggap lebih menjamin terlaksananya su¬atu usaha, cita-cita, atau keadaan yang diinginkan. Dalam artian ini, politik sebagai tindakan satu kelompok individu mengenai suatu persoalan masyarakat atau negara. Kebijakan biasanya ditetapkan oleh seorang pemimpin (Lemhanas RI, 1996). Politik secara umum menyangkut proses penentuan tujuan negara dan cara melaksanakannya. Untuk melaksanakan tujuan itu diperlukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) dan alokasi (allocation) sumber-sumber yang ada. Demikian pula untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan diperlukan kekuasaan (power) dan kewenangan (authority). Kedua hal tersebut digunakan untuk membina kerja sama dan untuk menyelesaikan konflik yang mungkin terjadi dalam proses ini. Dari paparan di atas, politik membahas hal-hal yang berkaitan dengan negara (state), kekuasaan (power), pengambil keputusan (decision making), kebijakan umum (publicpolicy), serta distribusi (distribution) dan alokasi (allocation) sumber daya.
1. Negara
Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Dengan kata lain, negara merupakan bentuk organisasi politik yang pokok dalam suatu wilayah yang berdaulat.
2. Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan suatu individu atau suatu kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginannya. Perlu dicatat bahwa perjuangan kekuasaan biasanya dianggap memiliki tujuan yang menyangkut kepenringan seluruh masyarakat, sehingga yang menjadi perhatiannya adalah bagaimana merebut, melaksanakan, dan mempertahankannya.
3. Pengambilan Keputusan
Keputusan adalah membuat pilihan di antara beberapa alternatif, sedangkan istilah pengambilan keputusan menunjuk pada proses yang terjadi sampai keputusan itu tercapai menyangkut keputusan-keputusan yang diambil secara kolektif dan nengikat seluruh masyarakat, melalui sarana umum.
4. Kebijakan Umum
Kebijakan umum adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seseorang atau oleh kelompok politik dalam memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan. Prinsip dasarnya adalah bahwa masyarakat memiliki beberapa tujuan bersama yang ingin dicapai melalui usaha bersama sehingga perlu ditentukan rencana yang mengikat dan dirumuskan dalam bentuk kebijakan-kebijakan oleh pihak yang berwenang.
5. Distribusi dan Alokasi
Yang dimaksud distribusi dan alokasi ialah pembagian dan pengalokasian nilai-nilai (values) dalam masyarakat. Jadi, politik membahas bagaimana pembagian dan pengalokasian nilai secara adil dan mengikat. Nilai dapat bersifat abstrak seperti penilaian (judgement) atau suatu asas, misalnya kejujuran dan kebebasan berpendapat, dan dapat bersifat kongkrit, misalnya rumah dan kekayaan.

b. Konsep Strategi
Istilah strategi berasal dari kata Yunani strategia, yang diberi makna sebagai the art of the general, atau seni seorang panglima dslam pertempuran atau peperangan. Antoine Henri Jomini (1779-1869) dan Karl von Clausewitz (1780-1831) merupakan dua di antara tokoh yang mempelajari strategi secara ilmiah. Jomini memberikan pengertian strategi sebagai seni menyelenggarakan perang di atas peta dan meliputi seluruh kawasan operasi, sedangkan menurut Clausewitz, strategi ialah pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk memenangkan perang. Adapun perang dapat dianggap sebagai kelanjutan dari politik. Di abad modern ini, istilah strategi tidak lagi terbatas penggunaannya pada konsep atau seni seorang panglima dalam peperangan, tetapi merambah secara luas di berbagai bidang kehidupan. Satu hal yang menjadi prinsipnya adalah bahwa strategi tidak dapat lepas dari politik dan tidak dapat berdiri sendiri. Pengertian dan ruang lingkup istilah strategi berkembang sesuai dengan zamannya. Strategi pada dasarnya merupakan suatu kerangka rencana dan tindakan yang disusun dan disiapkan dalam suatu rangkaian pentahapan yang masing-masing merupakan jawaban terhadap tantangantantangan baru yang mungkin terjadi sebagai akibat dari langkah sebelumnya dan keseluruhan proses uii terjadi dalam suatu arah tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

c. Sistem Konstitusi
Pada hakikatnya, negara merupakan bentuk organisasi atau institusi politik yang pokok dalam suatu wilayah yang berdaulat. Oleh karena itu negara sebagai sebuah institusi dapat menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya yang didasarkan pada suatu sistem aturan yang jelas dalam bentuk konstitusi.
Para pakar hukum terkelompok pada dua pendapat tentang konstitusi, yakni:
1. Yang Membedakan, Kelompok ini membedakan arti konstitusi dengan UUD. Konstitusi memuat peraturan tertulis dan peraturan tidak tertulis, sedangkan UUD merupakan bagian tertulis dari konstitusi. L.J. van Apeldoorn termasuk dalam kelompok ini.
2. Yang mempersamakan, Kelompok ini mempersamakan arti konstitusi dengan UUD. Herman Heller membagi pengertian konstitusi menjadi tiga, yaitu:
a. Konstitusi mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan (mengandung arti politis dan sosiologis).
b. Konstitusi adalah suatu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat (mengandung arti hukum atau yuridis).
c. Konstitusi adalah yang ditulis dalam suatu naskah sebagai Undang-Undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara.

E.C.S. Wade mengartikan UUD adalah naskah yang memberikan rangka dan tugas pokok dari bahanbahan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badanbadan tersebut. Apabila negara dipandang sebagai kekuasaan atau organisasi kekuasaan, maka UUD dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan asas yang menentukan bagaimana kekuasaan dibagi antara beberapa lembaga kenegaraan, misalnya antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. UUD menentukan cara-cara bagai¬mana pusat-pusat kekuasaan ini bekerja sama dan menyesuaikan din satu sama lain, merekam hubunganhubungan kekuasaan dalam suatu negara.

C.F. Strong memberikan pengertian konstitusi sebagai suatu kumpulan asas-asas yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan (arti luas), hak-hak dan pemerintah, serta hubungan antara pemerintah dan yang diperintah (menyangkut hak asasi manusia). Berdasarkan pendapat para pakar hukum tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa konstitusi meliputi peraturan tertulis dan tidak tertulis. UUD merupakan konstitusi yang tertulis. Dengan demikian, konstitusi dapat diartikan sebagai:
1. Suatu kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan-pembatasan kekuasaan kepada para penguasa;
2. Suatu dokumen tentang pembagian tugas dan sekaligus petugasnya dari suatu sistem politik;
3. Suatu gambaran dari lembaga-lembaga negara; serta
4. Suatu gambaran yang menyangkut persoalan hak asasi manusia.

Jadi, berdasar kepada pengertian itu, UUD memiliki fungsi khusus dan merupakan perwujudan hukum tertinggi yang harus ditaati oleh rakyat, oleh pemerintah, dan penguasa sekalipun. Di dalam negara-negara yang mendasarkan dirinya pada demokrasi konstitusional, seperti negara Republik Indone¬sia ini, UUD memiliki fungsi khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian, diharapkan Hak-hak warga negara akan lebih terlindungi. Gagasan ini disebut konstitusionalisme.

CarlJ.Friedrich menegaskan bahwa konstitusionalisme, bahwa pemerintahan sebagai suatu kumpulan kegiatan diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat tetapi yang dikenakan beberapa pembatasan yang diharapkan akan menjamin kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas memerintah. Cara pembatasan yang dianggap paling efektif ialah dengan jalan membagi kekuasaan.

Menurut Budiardjo setiap UUD memuat ketentuan-ketentuan mengenai:
1. Organisasi negara, berisi hal-hal:
a. Pembagian kekuasaan antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
b. Pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat atau federal dan pemerin¬tah daerah atau negara bagian.
c. Prosedur penyelesaian masalah pelanggaran hukum oleh salah satu badan pemerintahan dan sebagainya.
d. Bangunan hukum dan semua organisasi yang ada dalam negara.
e. Bentuk negara, bentuk pemerintahan, dan sistem pemerintahan negara tersebut.
2. Hak-hak asasi manusia. Jaminan hak asasi manusia yang pasti kepada warga negara dan negara sehingga kehidupan tata negara dapat berjalan tertib dan damai. Hak-hak warga negara tidak akan dilanggar oleh pihak-pihak yang memegang kekuasaan.
3. Prosedur mengubah UUD. UUD suatu negara disusun berdasarkan pengalaman dan kondisi sosial politik masyarakat dalam kehidupan masyarakat yang selalu mengalami perubahan akibat dari pembangunan, modernisasi, dan timbulnya perkembangan-perkembangan baru dalam ketatanegaraan.

4. Ada kalanya memuat iarangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD seperti dalam UUD 1945 terdapat ketentuan yang melarang mengubah bentuk negara kesatuan. Ketentuan ini diperlukan untuk menjamin kesinambungan sejarah kenegaraan suatu negara, sehingga ada hal prinsip yang tidak boleh diubah sekalipun zaman telah mengalami perubahan.

UUD dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara umum memiliki fungsi sebagai berikut.
1. Tata aturan dalam pendirian lembaga-lembaga yang permanen (lembaga suprastruktur dan infrastruktur politik).
2. Tata aturan dalam hubungan negara dengan warga negara serta dengan negara lain.
3. Sumber hukum dasar yang tertinggi. Artinya bahwa seluruh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku harus mengacu pada UUD.


3. UNDANG-UNDANG DASAR 1945

1. Pengertian, Kedudukan, Sifat, dan Keberhasilan
Yang dimaksud dengan UUD dalam UUD 1945 adalah hukum dasar yang tertulis. Sebagai hukum dasar, UUD adalah mengikat-mengikat pemerintah, mengikat setiap lembaga negara dan lembaga masyarakat, dan juga mengikat setiap warga negara Indonesia di mana saja dan setiap penduduk yang ada di wilayah negara Indonesia. Sebagai hukum, UUD berisi norma-norma, aturan-aturan, atau ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati. Kedudukan UUD sebagai hukum dasar merupakan sumber hukum. Se¬tiap produk hukum, seperti undang-undang, peraturan-peraturan, atau keputusan pemerintah, bahkan juga setiap tindakan kebijakan pemerintah, harus dapat ditertanggungjawabkan pada ketentuan UUD 1945.

Dalam kedudukan yang demikian itu, UUD dalam kerangka tata urutan atau tata tingkatan norma hukum yang berlaku merupakan hukum tertinggi, sebagai azas hukum dasar yang tertulis ataupun hukum dasar tidak tertulis. Dalam hubungan ini, UUD memiliki fungsi sebagai alat kontrol, alat mengevaluasi apakah norma hukum yang lebih rendah yang berlaku sesuai atau tidak sesuai dengan ketentuan UUD, yang menurut ilmu hukum tata negara disebut staatsfundamental-norm. Perlu dicatat bahwa para penyusun UUD 1945 menganut pikiran yang sama dengan pendapat L.J. van Apeldoorn, sebab dalam Penjelasan UUD 1945 dikatakan UUD suatu negara ialah hanya sebagian dari hukum dasar negara itu. UUD ialah hukum dasar yang tertulis, sedang di samping UUD berlaku juga hukum dasar yang ridak tertulis, yakni aturan-aturan dasar tidak tertulis yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara.

Dalam penjelasan UUD 1945 disebutkan pula bahwa UUD 1945 bersifat singkat. Sifat singkat dikemukakan bahwa:
a. UUD sudah cakup apabila memuat aturan-aturan pokok saja, hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan tugasnya.
b. UUD yang singkat itu menguntungkan bagi negara seperti Indonesia yang masih harus terus berkembang, harus terus hidup secara dinamis, masih terus akan mengalami perubahan-perubahan. Dengan aturan-aturan yang tertulis, yang hanya memuat aturan-aturan pokok, UUD akan merupakan aturan yang luwes, kenyal, tidak akan mudah ketinggalan zaman.

Keberhasilan UUD 1945 dalam kedudukannya sebagai hukum dasar tergantung pada sikap mental dan semangat para penyelenggara negara, penyelenggara UUD 1945. Oleh sebab itulah setiap penyelenggara negara di samping harus memahami teks UUD 1945 harus juga menghayati semangat UUD 1945. Walaupun UUD menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan tetapi semangat para penyelenggara negara dan para pemimpin pemerintahan bersifat individualistis. Sebaliknya, meskipun UUD tidak sempurna akan tetapi jika semangat para penyelenggara pemerintahan baik, UUD tentu tidak akan merintangi jalannya negara.

2. Makna Pembukaan UUD 1945
UUD 1945, yang disahkan oleh Sidang PPKI dan mulai berlaku untuk pertama kalinya pada tanggal 18 Agustus 1945, adalah keseluruhan naskah yang terdiri atas (1) Pembukaan; (2) Batang Tubuh yang berisi Pasal 1-37 yang dikelompokkan ke dalam 16 Bab, 4 Pasal Aturan Peralihan, dan 2. Pasal Aturan Tambahan; serta (3) Penjelasan. Naskah resmi dimuat dan disiarkan dalam "Berita Republik Indonesia Tahun II No. 7" yang terbit pada tanggal 15 Februari 1946. Setelah 4 kali diamandemen (1999-2002), UUD 1945 mencakup hanya (1) Pembukaan dan (2) Batang Tubuh dengan pasal-pasalnya berjumlah 73 pasal yang dikelompokkan ke dalam 20 Bab, 3 Pasal Aturan Peralihan, dan 2 Pasal Aturan Tambahan. Meskipun demikian 'Tenjelasan" masih diperlukan, terutama dalam kajian akademis tentang UUD 1945.

Apabila UUD 1945 merupakan sumber hukum tertinggi dari hukum yang berlaku di Indonesia, maka Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari cita hukum dan cita moral (staats fundamental norm) yang ingin ditegakkan baik dalam lingkungan nasional maupun dalam hubungan pergaulan bangsa-bangsa di dunia. Pembukaan UUD 1945 dirumuskan ke dalam 4 alinea, setiap alinea dan kata-katanya mengandung makna yang bernilai universal dan lestari. Uni¬versal karena berisi nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa beradab di seluruh dunia. Lestari karena mampu menampung dinamika masyarakat, dan akan tetap menjadi landasan perjuangan bangsa dan negara selama bangsa Indonesia tetap setia kepada negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Pembukaan UUD 1945 menjiwai Batang Tubuh UUD 1945 dan oleh karenanya, para penyelenggara negara harus mampu menjiwai suasana kebatinan dari isi dan maknanya.

Makna Alinea I Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan" menunjukkan bahwa keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi masalah kemerdekaan melawan pen¬jajahan. Dengan pernyataan itu, bangsa Indonesia bukan saja bertekad untuk merdeka, melainkan juga akan bersamasama bangsa lain berdin di barisan paling depan dalam menentang dan menghapuskan penjajahan di atas dunia. Alinea ini dengan jelas mengungkapkan suatu dalil objektif bahwa kemerdekaan merupakan hak segala bangsa, bukan hak individu saja sebagaimana deklarasi negara liberal. Bangsa merupakan suatu penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai individu dan makhluk sosial. Oleh karena sifatnya sebagai hak kodrati, dan asasi, maka wajib bagi penjajah yang merampas kemer¬dekaan bangsa lain untuk menyerahkan kembali hak kemerdekaan tersebut. Pelanggaran terhadap hak kemerdekaan tersebut tidak sesuai dengan hakikat manusia (perikemanusiaan) dan hakikat adil (perikeadilan) dan atas pelanggaran tersebut maka harus dilakukan suatu pemaksaan, yaitu bahwa penjajahan harus dihapuskan. Alinea I juga mengandung pernyataan subjektif tentang aspirasi bangsa Indonesia di dalam membebaskan diri dari penjajahan. Aspirasi bangsa Indo¬nesia itu adalah kesatuan tekad untuk membangun masa depan bersama walaupun ada kemajemukan latar belakang budaya dan adat istiadat dari suku bangsa atau etnis serta golongan yang ada dalam masyarakat yang mendiami bumi Indonesia. Dalil tersebut di atas meletakkan tugas kewajiban kepada bangsa dan pemerintah Indonesia untuk senantiasa berjuang melawan setiap bentuk penjajahan dan mendukung kemerdekaan setiap bangsa. Perjuangan untuk menghapuskan penjajahan dalam segala bentuk yang tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan akan tetap menjadi motivasi dan inspirasi bangsa Indonesia dalam melanjutkan perjuangan pembangunan nasional. Deklarasi kemerdekaan atas seluruh bangsa di dunia yang terkandung dalam Alinea I merupakan suatu pernyataan yang bersifat universal. Oleh karena itu, pernyataan ini menjadi landasan pokok bagi bangsa Indonesia dalam pergaulan internasional dan dalam mengendalikan politik luar negeri Indone¬sia serta dalam mewujudkan hak asasi manusia baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial yaitu manusia dalam kesatuan sebagai bangsa.

Makna Alinea II Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi "Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur" menunjukkan suatu konsekuensi logis dari pernyataan ke¬merdekaan pada Alinea I, yaitu merealisasikan perjuangannya dalam suatu cita-cita bangsa dan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia di samping sebagai suatu buku objektif atas penjajahan pada bangsa Indonesia, juga sekaligus mewujudkan suatu hasrat yang kuat dan bulat untuk menentukan nasib sendiri, terbebas dari kekuasaan bangsa lain. Hasil perjuangan bangsa Indonesia terjelma dalam suatu negara Indonesia, menyusun suatu negara atas kemampuan dan kekuatan sendiri dan selanjutnya menuju pada suatu cita-cita bersama, yaitu masyarakat yang berkeadilan dan berkemakmuran.

Demi terwujudnya cita-cita tersebut maka bangsa Indonesia harus merdeka, bersatu, dan memiliki kedaulatan. Pengertian negara yang merdeka adalah negara yang benar benar bebas dari kekuasaan dan campur tangan bangsa lain dalam menentukan dan mengelola nasibnya sendin. Bersatu mengandung pengcruan (1) sejalan dengan pernyataan kemerdekaan, bahwa pengertian bangsa ini dimaksudkan sebagai kebulatan kesatuan karena unsur utama negara adalah bangsa. Penegasan tentang asas petsatuan ini ditemukan dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945, "... Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia ....".

Aliran pengertian negara persatuan juga terkandung dalam pokok pikiran pertama yang termuat dalam Penjelasan UUD 1945, yaitu "nega¬ra yang melindungi dan meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya, negara yang mengatasi segala paham golongan ataupun paham perseorangan", dan (2) penegasan bahwa yang dimaksudkan dengan seluruh bangsa Indonesia adalah mereka yang tercakup dalam lingkungan satu wilayah negara tanpa suatu bagian pun dari wilayah yang berada di luarnya. Berdaulat diartikan dalam hubungannya dengan eksistensi negara yang merdeka, yang berdiri di atas kemampuan sendiri, kekuatan dan kekuasaan sendiri, berhak dan bebas menentukan tujuan dan nasib sendiri, dan dalam kedudukannya di antara sesama bangsa dan negara memiliki derajat yang sama. Dalam tata pergaulan antar bangsa dan antar negara terjalin menurut prinsip saling menghormati berdasarkan keadilan dan kemanusiaan. Pengertian negara Indonesia yang adil, yaitu negara mewujudkan keadilan dalam kehidupan bersama. Hal ini menyangkut terwujudnya keadilan antara negara dan warga negara, antara warga negara dan negaranya serta keadilan antar sesama warga negara dalam penggunaan dan pemenuhan hak dan kewajiban baik dalam hukum maupun moral. Cita-cita bangsa dan negara tentang makmur diartikan sebagai pemenuh¬an kebutuhan manusia baik material maupun spiritual, baik jasmaniah maupun rohaniah. Secara lebih luas makmur diartikan tercapainya tingkatan harkat dan martabat manusia yang lebih tinggi yang meliputi seluruh unsur kodrat manusia. Cita-cita bangsa dan negara mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur pada kondisi sekarang ini merupakan tugas perjuangan bangsa In¬donesia yang secara luas terus-menerus harus diupayakan realisasinya atas dasar kesadaran dan kewajiban.

Makna Alinea III Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi "Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya" menunjukkan bahwa antara Pembukaan UUD 1945 dan Proklamasi 17 Agustus 1945 perlu diikuti dengan suatu rindak lanjut, yaitu membentuk negara dan hal ini dirinci dalam Pembu¬kaan UUD 1945. Dalam pengertian ini, Pembukaan UUD 1945 disebut juga sebagai naskah proklamasi yang terinci. Pernyataan proklamasi kembali yang tercantum dalam Alinea III "... maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya" tidak dapat dilepaskan dengan pernyataan pada Alinea I dan Alinea II, sehingga Alinea III merupakan suatu titik kulminasi, yang pada akhirnya dilanjutkan pada Alinea IV, yaitu tentang pendirian negara Indonesia. Pengakuan nilai religius, yaitu dalam pernyataan "Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa", mengandung makna bahwa negara Indonesia mengakui nilai-nilai religius, bahkan merupakan suatu dasar negara (sila I), sehingga konsekuensinya merupakan dasar dari hukum positif negara dan dasar moral | negara.

Secara filosofis, bangsa Indonesia mengakui bahwa manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga kemerdekaan dan negara Indonesia di samping sebagai hasil jerih payah perjuangan bangsa Indonesia juga yang terpenting adalah karena rakhmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Karena keridaan Tuhan Yang Maha Kuasa, bangsa Indonesia berhasil dalam perjuangan mencapai kemerdekaan. Pengakuan nilai moral-yang terkandung dalam pernyataan "didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas", mengan¬dung makna bahwa negara dan bangsa Indonesia mengakui nilai-nilai moral dan nilai kodrat untuk segala bangsa. Demikian juga nilai moral dan nilai kodrat merupakan asas bagi kehidupan kenegaraan bangsa Indonesia.

Makna Alinea IV Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi "Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Ke¬bangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indone¬sia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia". Menunjukkan empat prinsip serta pokok kaidah pembentukan pemerintahan negara Indonesia setelah menyatakan dirinya merdeka. Prinsip pokok kenegaraan yang terkandung dalam Alinea IV adalah:

1. Tentang Tujuan Negara
Tujuan khusus dalam kalimat "...yang melindungi segenap bangsa Indo¬nesia dan seluruh tumpah datah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa....", sebagai reahsasinya adalah dalam hubungannya dengan politik dalam negeri Indonesia, yaitu:
a. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Dalam hubungannya dengan tujuan negara hukum, hal ini mengandung pengertian negara hukum formal.
b. Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dalam hubungannya dengan pengertian tujuan negara hukum, hal ini me¬ngandung pengertian negara hukum material. Tujuan umum dalam kalimat"... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial....", sebagai realisasi dalam hubungannya dengan politik luar negeri Indone¬sia, yaitu di antara bangsa-bangsa di dunia untuk ikut berperan aktif melaksanakan suatu ketertiban dunia yang berdasarkan prinsip kemerdekaan, perda¬maian abadi, serta keadilan sosial. Hal inilah yang merupakan dasar politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif.

2. Tentang Ketentuan Diadakannya UUD Negara
Ketentuan ini terkandung dalam kalimat".... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam UUD Negara Republik Indonesia...." menunjukkan bahwa negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Negara bersifat konstirusional, yang mengharuskan negara Indo¬nesia untuk mengadakan UUD negara, dan ketentuan inilah yang merupakan sumber hukum bagi adanya UUD 1945. Ketentuan yang terdapat dalam Alinea IV inilah yang merupakan yuridis bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber bagi adanya UUD 1945 sehingga dengan demikian Pembukaan UUD 1945 memiliki kedudukan lebih tinggi dari Pasal-pasal UUD 1945.

3. Tentang Bentuk Negara
Ketentuan yang terdapat dalam kalimat ".... yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat...." menunjukkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah Republik yang berkedaulatan rakyat. Negara dari, oleh, dan untuk rakyat. Dengan demikian, hal ini meru¬pakan suatu norma dasar bahwa kekuasaan di tangan rakyat.

4. Tentang Dasar Falsafah Negara
Negara Republik Indonesia memifiki dasar falsafah Pancasila. Ketentuan ini terdapat dalam kalimat " dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia".


3. Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 memiliki hubungan langsung dengan Batang Tubuh UUD 1945, yaitu bahwa Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang diciptakan dan djelmakan dalam Batang Tubuh UUD 1945 ke dalam pasal-pasalnya. Terdapat 4 pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 dan yang apabila dihayati, keempat pokok pikiran itu adalah pancaran dari Pancasila, dasar falsafah negara, yaitu:

1. Pokok Pikiran I "Negara" begitu bunyinya—"melindungi segenap bang¬sa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia—dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indone¬sia". Dalam rumusan ini diterima aliran pengertian negara persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara, dalam rumusan ini menghendaki persatuan meliputi segenap bangsa Indo¬nesia seluruhnya. Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan. Rumusan ini menunjukkan pokok pikiran persatuan. Dengan pengertian yang lazim, negara, penyelenggara negara, dan setiap warga negara wajib mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan ataupun perorangan.

2. Pokok Pikiran II : "Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Ini merupakan pokok pikiran keadilan sosial. Pokok pikiran yang hendak diwujudkan oleh negara bagi seluruh rakyat ini didasarkan pada kesadaran bahwa manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat.

3. Pokok Pikiran III "Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan". Rumusan ini menunjukkan sistem negara yang terbentuk dalam UUD harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas permusyawatatan/perwakilan. Aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia. Pokok pikiran kedaulatan rakyat, bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat.

4. Pokok Pikiran IV "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut kemanusiaan yang adil dan beradab" mengandung isi yang mewajibkan Pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Ini menegaskan pokok pikiran Ketuhanan Yana Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.


4. Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh UUD 1945

Pancasila sebagai dasar negara menjiwai pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 yang diciptakan oleh UUD 1945 ke dalam pasal-pasalnya. Dengan demikian, Pembukaan UUD 1945 memuat dasar falsafah Pancasila dan UUD 1945 merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan bahkan merupakan rangkaian kesatuan nilai dan norma yang terpadu. UUD 1945 terdiri atas rangkaian pasal-pasal yang merupakan perwujudan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, yang tidak lain adalah pokok pikiran Persatuan Indonesia, Keadilan Sosial, Kedaulatan Rakyat berdasarkan Kerakyatan dan Permusyawaratan/Perwakilan, dan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yang tidak lain adalah sila sila dari Pancasila, sedangkan Pancasila itu sendiri memancarkan nilai-nilai luhur yang mampu memberikan semangat kepada dan terpancarkan dengan khidmat dalam perangkat UUD 1945.


4. Sistem Politik dan Ketatanegaraan Indonesia

1. Garis Besar Politik Nasional dan Strategi Nasional
Sistem polutik adalah suatu sistem yang memiliki ruang lingkup di bidang politik, meliputi bagian bagian atau lembaga-lembaga yang berfungsi di bidang politik yang kegiatannya menyangkut sosial politik, yaitu hal-hal yang menyangkut kehidupan kenegaraan cq. pemerintah. Sistem politik meliputi semua kegiatan-kegiatan yang menentukan kebijakan umum (public-policies) dan menentukan bagaimana kebijakan itu dilaksanakan. Dilihat dari segi strukturnya maka struktur politik adalah suatu keseluruhan dan pengelompokkan yang timbul dari masyarakat baik berupa lembaga-lembaga kenegaraan maupun kemasyarakatan yang berpengaruh dalam suatu pembuatan kebijaksanaan yang otoritatif dan mengikat masyarakat. Sedang dilihat dari segi prosesnya, proses politik berarti suatu interaksi (proses saling pengaruh-mempengaruhi) antara bentuk struktur lembaga-lembaga dalam masyarakat yang keseluruhannya merupakan struktur politik. Secara fungsional proses politik itu ditanggapi sebagai pengaruh timbal balik antara fungsi input dan output yang disumbangkan oleh semua bentuk-bentuk struktural tersebut di atas. Berdasarkan pengertian di atas, baik untuk kepentingan umum maupun sebagai kebijaksanaan, pengertian tersebut diintegrasikan dalam memberikan pengertian politik nasional. Untuk suatu "kehidupan nasional" yang diinginkan baik yang bersifat ke dalam (nasional) maupun ke luar (internasional), politik nasional merupakan jalan dan cara serta alat yang dipergunakan dalam pencapaian. Pengertian politik nasional adalah azas haluan, usaha, serta kebijakan tindakan negara tentang pembinaan (perencanaan, pengembangan, pemeliharaan, dan pengendalian), serta penggunaan secara totalitas dari potensi nasional, baik yang potensial maupun yang efektif untuk mencapai tujuan nasional.

Politik nasional menggariskan usaha-usaha untuk mencapai tujuan nasi¬onal yang dalam perumusannya dibagi ke dalam tahap-tahap utama, yaitu jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Politik nasional meliputi antara lain :
1. Politik dalam negeri, yang diarahkan kepada mengangkat, meninggikan, dan memelihara harkat derajat dan potensi rakyat Indonesia menuju bangsa yang bersatu, adil, makmur, dan terhormat.

2. Politik luar negeri, yang bersifat bebas akrif anti imperialisme dan anti kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, mengabdi kepada kepen¬tingan nasional dan amanat penderitaan rakyat serta diarahkan kepada pembentukan solidaritas antarbangsa, terutama bangsa-bangsa Asia Afrika dan negara-negara nonblok.

3. Politik ekonomi, diarahkan kepada peningkatan taraf hidup dan daya kreasi rakyat Indonesia sebesarbesarnya

4. Politik pertahanan keamanan, yang bersifat defensif aktif dan diarahkan kepada pengamanan serta perlindungan bangsa dan negara serta usaha-usaha nasional dan penanggulangan berbagai tantangan, ancaman, dan hambatan.

Perjuangan nasional untuk melaksanakan kebijaksanaan nasional tidak hanya memerlukan penggunaan diplomasi dan perang, tetapi juga kekuatan ideologi dan psikologi, kekuatan politik, kekuatan ekonomi, kekuatan pertahanan keamanan (di dalam perang ataupun di luar perang). Seluruh kekuatan ini menghendaki integrasi, pengaturan, dan penyusunan serta penggunaan yang terarah dilandaskan pada pengertian strategi dan ruang lingkup. Strategi nasional adalah seni dan ilmu mengembangkan dan menggunakan kekuatan-kekuatan nasional, yaitu ideologi, politik, ekonomi, sosialbudaya, dan pertahanan keamanan (ipoleksosbudhankan) dalam masa damai ataupun masa pe¬rang untuk mendukung pencapaian tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh politik nasional.

Dalam rangka nasional, strategi nasional adalah cara melaksanakan politik nasional dalam mencapai tujuan nasional. Dengan demikian, maka strategi nasional sebagai rencana dan pelaksanaan harus dinamis disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan kemampuan di samping nilai "seni". Sasaran strategi nasional adalah tujuan nasional yang akan dicapai. Strategi nasional meliputi sasaran ke dalam dan sasaran ke luar. Sasaran ke dalam mewujudkan identitas dan integrasi nasional, sedangkan sasaran ke luar (1) mendukung kepentingan nasional di dalam negeri; (2) memperjuangkan kedudukan terhormat di dalam pergaulan antar-bangsa; dan (3) mengadakan hubungan internasional lainnya, baik yang bersifat bilateral maupun multilateral. Pola strategi nasional ke dalam dengan jalan persuasi, yaitu dengan jalan mempengaruhi atau mengajak dan membujuk pihak lain agar yakin dengan maksud yang dikemukakan. Strategi nasional ke luar ialah strategi tidak langsung dengan politik luar negeri yang dilaksanakan secara defensif dan konstruktif.

Sebelum UUD 1945 di amandemen, perumusan politik nasional pada strata tertinggi dalam bentuk GBHN ditetapkan oleh MPR, yang selanjutnya dilaksanakan oleh Presiden Mandataris MPR, yang dibantu oleh lembaga-lembaga tinggi negara, yaitu Kabinet Presiden, DPA, DPR, BPK, dan MA. Setelah UUD 1945 diamandemen, perumusan politik nasional dirumuskan dan dite¬tapkan oleh Presiden. Menurut ketatanegaraan Indonesia yang menjalankan prinsip kabinet presidensial, politik nasional disusun bersama-sama dengan DPR, di mana DPR memberikan saransaran dan pendapatnya serta meminta keterangan-keterangan yang diperlukan kepada pemerintah. Ini merupakan prinsip pemerintah tidak bertanggung jawab kepada DPR. Agar strategi nasional berjalan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh politik nasional, terlebih dahulu harus diadakan pemikiran strategi melaksana¬kan telaahan strategi dan perkiraan strategi.

Telaahan strategi adalah suatu kajian terhadap lingkungan yang akan berpengaruh kepada strategi yang akan ditempuh. Dalam menelaah lingkungan politik nasional perlu memperhatikan beberapa hal yang menyangkut pembidangan, sasaran, pedoman pelaksanaan, sikap dan pendirian, dan pengendalian perencanaan.
1. Pembidangan politik nasional meliputi ipoleksosbudhankan.
2. Sasaran bidang masing-masing ditentukan sehingga tujuan politik nasional dapat dicapai.
3. Pedoman pelaksanaan meliputi usaha pembiayaan, pengadaan, pengembangan, pengarahan sumber-sumber material, tenaga manusia, dan kekuatan inmaterial pengerahan usaha dan tindakan di antara sikap umum terhadap pengadaan modal, sikap dalam hal mengenai hankamnas seperti sistem Hankamrata, memelihara perdamaian dunia dan lain sebagainya dengan menggunakan prinsip prinsip prioritas dan penentuan penentuan waktu.
4. Sikap dan pendirian menggariskan sikap dan pendinan terhadap masalah masalah nasional ataupun internasional.
5. Pengendalian perencanaan diruangkan dalam strategi nasional seperti sikap Indonesia terhadap masalah Hankam di Asia Tenggara ataupun perang terbatas/ketegangan yang terjadi di dunia sikap Indonesia terhadap perkembangan rumah tangga ekonomi nasional dan masalah peranan ekonomi wilayah Asia Tenggara.

Perkiraan strategi nasional adalah suatu analisis yang akan menghasilkan sasaran-sasaran alternatif yang ditetapkan serta beberapa alternatif cara bertindak yang akan digunakan mencapai sasaran-sasaran. Langkah utama ke arah formulasi suatu perkiraan nasional yang bersifat stratcgis berdasarkan hasil telaahan strategis adalah melaksanakan analisis menurut urutan tertentu, menentukan sasaran-sasaran yang dipilih, dan cara bertindak yang dipilih. Melalui perkiraan strategi senantiasa dapat diidentifikasi adanya kesempatan (opportunity) ataupun ancaman/masalah-masalah (threat) yang perlu dihadapi dalam pencapaian tujuan nasional. Di samping itu dianalisis kebijaksanaan yang sebaiknya ditempuh, dan tersedia ada tidaknya sumber-sumber kekuatan (strength) yang perlu digunakan bagi pemanfaatan kesempatan-kesempatan baik yang tersedia guna menghadapi ancaman yang ada. Pada umumnya perkiraan strategi nasional terdiri atas mempelaiari lingkungan, pengembangan sasaran-sasaran alternatif dan cara bertindak yang perlu ditempuh, analisis kekuatan, dan batas waktu berlaku penilaian strategis.

Dalam mempelajari keadaan lingkungan meliputi kekuatan, kecenderungan, adanya kesempatan yang terbuka, dan masalah-masalah yang dihadapi. Mengidentifikasi kekuatan-kekuatan pokok merupakan kesulitan utama bagi penyusunan strategi, karena terdapat perbedaan dalam hal pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan kekuatan dan mengenai penggunaan/pengarahannya. Dalam abad modern, kekuatan dapat timbul dan berkembang melalui beberapa kategori, seperti kecepatan perkembangan ipteks, perkembangan ideologi, dan perkembangan nasionalisme. Kekuatan-kekuatan yang ditimbulkan oleh perkembangan iptek dapat berupa kecepatan pertumbuhan penduduk, modernisasi ekonomi, bertambah besarnya daya hancur senjata modern, dan kecepatan informasi komunikasi. Dalam hubungan ini harus diperhatikan kecenderungan dari kekuatan-kekuatan itu dalam jangkauan waktu suatu periode strategi. Kecepatan pertumbuhan penduduk akan memberikan kesempatan baik dalam hal tersedianya tenaga kerja yang besar, tetapi menimbulkan persoalan-persoalan kesulitan rumah, kurangnya bahan pangan, dan kesulitan lapangan kerja. Modernisasi ekonomi juga memungkinkan kesempatan-kesempatan yang baik, di samping menimbulkan persoalan sosial sebagai akibat peralihan dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern, dari ekonomi nasional ke eko¬nomi global, sedangkan urbanisasi menimbulkan persoalan perpindahan pen¬duduk tidak terkonsentrasi dan timbulnya persoalan-persoalan sosial di tempat yang dituju.

Sasaran-sasaran alternatif merupakan pernyataan-pernyataan tentang apa yang perlu dicapai oleh suatu unsur, badan, ataupun organisasi dengan menggunakan cara, usaha, dan sumber-sumber yang tersedia. Sasaran-sasaran terdapat di tiap tingkat organisasi dan penentuannya mengikuti garis hierarkis. Begitu pula dalam bidang pemerintahan. Pada umumnya para menteri menentukan pencapaian sasaran-sasaran departemen masing-masing, sedangkan pada direktorat jenderal mengarahkan sumber dan usahanya untuk mencapai sasaran direktoratnya.

Setelah sasaran-sasaran ditentukan, langkah selanjutnya adalah menentukan caracara bertindak yang ditempuh dan bermanfaat dalam usaha pencapaian. Dalam menentukan cara bertindak perlu dibarengi pertimbangan-pertimbangan terhadap ganggungan dan pengeluaran pelbagai sumber dan sarana. Penyusunan strategi berusaha agar tiap cara bertindak yang ditentukan untuk ditempuh hendaknya dapat dilaksanakan oleh (tingkat pelaksana) bersangkutan. Setelah ditelaah pelbagai cara bertindak yang dipandang dapat dilaksanakan dalam rangka mencapai sasaran-sasaran nasional, langkah selanjutnya adalah analisis kekuatan untuk memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh tentang tersedianya kekuatan nasional untuk mendukung keputusan-keputusan yang akan diambil dalam hal memilih Sarana-sarana nasional dan cara bertindak yang akan ditempuh.

Sarana-sarana nasional yang tersedia yang digunakan untuk sasaran-sasaran nasional yang pada hakikatnya mengarah dan menuju ke tujuan nasional merupakan kekuatan nasional. Sarana-sarana tersebut yang dituangkan di dalam penatalaksanaan untuk mencapai sasaran-sasaran nasional memiliki nilai pengaruh ke dalam yang memaksa pada warganya untuk melaksanakan tata laksana, sedangkan nilai pengaruh ke luar memaksa pada pihak lain untuk mengerti dan mengikuti tatalaksana. Perkiraan sesuatu kekuatan akan cenderung memperoleh jawaban yang bersifat relatif karena tergantung situasi dan kondisi tempat kekuatan itu dipergunakan. Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa bangsa yang berperan adalah bangsa yang memiliki atau menguasai semua atau sebagian besar unsurunsur kekuatan nasional. Penilaian tentang kekuatan nasional tidak saja harus dilihat dari segi kuantitatif tetapi juga dan segi kualitatif, karena kekuatan nasional adalah hal yang relatif.

Mengingat bahwa situasi dan kondisi akan selalu memengaruhi keadaan Indonesia, ataupun sebagai akibat pembangunan nasional, keadaan dalam negen pun akan mengalami perubahan baik pertambahan kemampuan nasional dalam segala bidang kehidupan maupun tata nilai dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu penilaian strategi dalam perkiraan strategi disusun dalam kebutuhan yang sesuai dengan tahapan keperluan penyusunan rencana pemba¬ngunan nasional untuk jangka sedang ataupun jangka pendek.

1. Sistem Pemerintahan Negara
Sebagai buah dari agenda reformasi nasional tahun 1998, UUD 1945 mengalami perubahan yang dilaksanakan dalam satu rangkaian empat tahap, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Dengan perubahan-perubahan itu, pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam UUD 1945 mengalami pergeseran dan perubahan mendasar, sehingga mengubah pula corak dan for¬mat kelembagaan serta mekanisme hubungan antara lembagalembaga negara yang ada. Bahkan ada pula organ negara yang sebelumnya ada dihapuskan dari ketentuan UUD 1945. Dewan Pertimbangan Agung yang sebelumnya diatur dalam Bab VI Pasal 16 ditiadakan dari naskah UUD 1945. Di samping itu, ada pula organ negara yang sebelumnya tidak ada, seperti Mahkamah Konstitusi, diatur dalam Bab IX Pasal 24 dan 24C serta menurut ketentuan Pasal III Aturan Peralihan.

Amandemen UUD 1945 menghasilkan pergeseran, perubahan, dan penambahan pasal-pasal. Semula UUD 1945 terdiri atas 16 Bab, 37 Pasal, 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan berubah menjadi 20 Bab, 37 Pasal (bila dihitung jumlah seluruhnya 73 Pasal), 3 Pasal Aturan Peralihan, dan 2 Pasal Aturan Tambahan. Konsekuensinya, walaupun tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara menurut penjelasan tidak lagi merupakan dasar yuridis, namun tujuh kunci pokok tersebut ikut mengalami per¬ubahan. Meskipun demikian, secara kajian akademis tujuh kunci pokok tersebut masih relevan dan penting dalam pembahasan mengenai Batang Tubuh UUD 1945 sehubungan dengan tetap kuatnya pasal-pasal lama menjadi bagian dari UUD 1945 Hasil Amandemen. Ketujuh Kunci Pokok itu adalah:
a. Indonesia lalah Negara Berdasar atas Hukum (Rechtsstaat).
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtsstaat). Ini berarti bahwa Negara termasuk di dalamnya pemerintahan dan lembaga lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apa pun harus dilandasi oleh hukum atau harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam suatu rechtsstaat, kekua¬saan juga ada tetapi sumbernya atau dasarnya bukan kekuasaan itu sendiri melainkan hukum. Itu sebabnya negara tidak berdasar atas kekuasaan belaka sebagaimana halnya terdapat dalam suatu negara kekuasaan. Prinsip sistem di samping akan tampak dalam rumusan pasal-pasalnya juga sejalan dan merupakan pelaksana dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan cita hukum (rechtsidef) yang menjiwai Batang Tubuh UUD 1945 dan hukum dasar yang ridak tertulis. Yang dimaksud dengan negara hukum bukan hanya negara berdasarkan hukum dalam arti formal, yaitu sebagai penjaga atau alat dalam menindak segala bentuk pelanggaran dan ketidakadilan, melainkan negara berdasarkan hukum dalam arti material, yaitu alat dalam menciptakan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sesuai dengan yang dimaksudkan dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945.

Ciri-ciri negara berdasarkan hukum dalam arti material adalah:
1. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara; lihat UUD 1945 Pasal 2 ayat (1), 5, 19, 20, 23E, dan 24AC;
2. Diakuinya hak asasi manusia dan dituangkan dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan; lihat UUD 1945 Pasal 27, 27 ayat (2), 28, 28A—28J, 29 ayat (2) dan 31 ayat (1);
3. Adanya dasar hukum bagi kekuasaan pemerintahan (asas legalitas); lihat UUD 1945 Pasal 1 ayat (3);
4. Adanya peradilan yang bebas dan merdeka serta tidak memihak; lihat UUD 1945 Pasal 24;
5. Semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan pemerintahan, wajib menjunjung ringgi hukum dan pemerintahan dengan ridak ada kecualinya; lihat UUD 1945 Pasal 27 ayat (1);
6. Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan; lihat UUD 1945 Pasal 27 (2); serta
7. Pemerintah berkewajiban memajukan kesejahteraan umum serta mencerdaskan rakyat Indonesia; lihat UUD 1945 Pasal 28D, 31, 33, 34.

b. Sistem Konstusional
Pemerintahan berdasarkan sistem konstitusional, tidak bersifat absolurisme. Pernyataan itu menunjukkan bahwa pemerintahan dijalankan menurut sis¬tem konstitusional. Dalam sistem ini, penggunaan kekuasaan secara sah oleh aparatur negara dibatasi secara formal berdasarkan UUD 1945. Oleh karena itu, kekuasaan-kekuasaan aparatur negara dan pemerintahan harus bersumber pada UUD 1945 atau Undang-Undang yang menyelenggarakan UUD 1945.

c. Kekuasaan Negara yang Tertinggi di Tangan Rakyat
Sistem kekuasaan tertinggi dalam Penjelasan UUD 1945 sebelum UUD 1945 diamandemen adalah di tangan MPR: "Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan bernama MPR, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indo¬nesia". Majelis ini memegang kekuasaan negara yang terringgi untuk (1) menetapkan UUD; (2) menetapkan GBHN dan (3) memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden. Adapun Presiden menjalankan GBHN yang telah ditetapkan Majelis tunduk dan bettanggung jawab kepada Majelis, menjalankan putusan-putusan Majelis, dan "tidak neben" akan tetapi "untergeordnef kepada Majelis.

Akan tetapi menurut UUD 1945 Hasil Amandemen 2002 kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD (Pasal 1 Ayat 2). Hal ini berarti terjadi perubahan atau reformasi kekuasaan tertinggi dalam negara secara kelembagaan tinggi negara, walaupun tetap rakyat yang memiliki kekuasaan. MPR menurut UUD 1945 Hasil Amandemen memiliki wewenang (1) melakukan perubahan dan menetapkan UUD; (2) melantik Presiden dan Wakil Presiden; serta (3) memberhentikan Presiden/Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD. Berdasarkan UUD 1945 Hasil Amandemen, Presiden bersifat "neben" bukan "'untergeordner karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat (UUD 1945 Hasil Amandemen, Pasal 6A Ayat 1).

a. Presiden ialah Penyelenggara Pemerintahan Negara yang Tertinggi di samping MPR dan DPR
Kekuasaan Presiden menurut Penjelasan UUD 1945 sebelum UUD 1945 diamandemen "Di bawah MPR, Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi. Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab adalah di tangan Presiden (concentration of power respon¬sibility upon the president)". Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen, Presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara tertinggi di samping MPR dan DPR, karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat (UUD 1945 Pasal 6A Ayat 1). Jadi menurut UUD 1945 Hasil Amandemen Presiden tidak lagi merupakan Mandataris MPR.

b. Presiden Tidak Bertanggung jawab Kepada DPR
UUD 1945 menggariskan kerja sama antara Presiden dan DPR, antara lain dalam membentuk Undang-Undang dan menetapkan anggaran serta belanja negara, pengangkatan duta dan konsul, penganugerahan gelar dan tanda jasa, pemberian amnesti, abolisi, dan lainnya. Dalam perkara-perkara tersebut Presiden harus mendapatkan persetujuan DPR. Karena itu, Presiden dan DPR harus bekerja sama, tetapi tidak dalam arti Presiden bertanggung jawab kepada DPR karena kedudukan Presiden tidak tergantung kepada DPR. Presiden tidak dapat membubarkan DPR (UUD 1945 Pasal 7C) dan DPR pun tidak dapat menjatuhkan Presiden karena mereka mitra kerja. DPR hanya mengawasi Presiden dalam menjalankan pemerintahan. Tetapi DPR dapat mengajukan usul pemberhentian Presiden kepada MPR (UUD 1945 Pasal 7 A, 7B).

NKRI menganut Sistem Pemerintahan Presidensial. Sistem ini menganut asas "checks and balance”. Antara Presiden sebagai penyelenggara kekua¬saan eksekutif (pelaksana undang-undang) dan DPR sebagai penyelenggara kekuasaan legislatif (pembuat undang-undang) saling melakukan pengawasan dan peringatan terhadap kegiatan yang dilakukan dan tidak saling menja¬tuhkan. Kedudukan antara keduanya sama, dalam pengertian keduanya mendapat mandat dari rakyat sebagai pengemban kedaulatan.

c. Menteri Negara ialah Pembantu Presiden, Menteri Negara tidak Bertang¬gung jawab kepada DPR
UUD 1945 Hasil Amandemen ataupun Penjelasan UUD 1945 menegaskan bahwa "Presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahannya dibantu oleh menterimenteri negara (UUD 1945 Pasal 17 Ayat 1)". Presiden berwenang mengangkat dan memberhentikan menterimenteri negara (UUD 1945 Pasal 17 Ayat 2). Menteri-menteri negara tidak bertanggung jawab kepada DPR. Kedudukannya tidak tergantung kepada DPR tetapi pada Presiden. Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian diatur oleh undang-undang.

d. Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak Terbatas
Menurut UUD 1945 Hasil amandemen, Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyzt secara langsung (UUD 1945 Pasal 6A Ayat 1). Dengan demikian dalam sistem kekuasaan kelembagaan negara Presiden tidak lagi merupakan mandataris MPR bahkan sejajar dengan MPR dan DPR. Hanya saja bila Presiden melanggar Undang-Undang ataupun UUD 1945 maka MPR dapat melakukan impeachment. Penjelasan UUD 1945 menyatakan bahwa "Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, dia bukan "Diktator". Artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Presiden bukan mandataris MPR sehingga tidak dapat membubarkan DPR ataupun MPR.


2. Kelembagaan Negara
Di samping mengandung semangat dan perwujudan pokok pikiran di dalam Pembukaannya, UUD 1945 juga merupakan rangkaian kesatuan pasal-pasalnya. Sebagian dari pasal itu berisi tentang kedudukan, wewenang, tugas, dan hubungan antar lembaga negara. Dalam Penjelasan UUD 1945 dinyatakan bahwa "MPR ialah penyelenggara negara yang tertinggi....", kemudian dalam Ketetapan MPR No. VI/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No. III/MPR/ 1978 disebutkan bahwa MPR ialah lembaga tertinggi negara sedangkan lembaga tinggi negara terdiri atas BPK, DPR, Presiden, DPA, BPK, dan MA. Berdasarkan hasil Sidang Tahunan 2002, DPA ditiadakan, kedudukan Presiden sejajar dengan MPR dan DPR serta dengan lembaga negara lainnya. Dengan demikian, struktur ketatanegaraan Republik Indonesia menjadi:
Bagan lembaga Negara



a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
MPR adalah lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD. Jumlah anggota MPR saat ini adalah 678 orang terdiri atas 550 anggota DPR dan 128 orang anggota DPD. Masa jabatan anggota MPR 5 tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPR dan anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah atau janji. Hal-hal mengenai MPR diatur dalam UUD 1945 Pasal 2 dan 3.
Adapun tugas dan wewenang MPR antara lain:
1. Mengubah dan menetapkan UUD;
2. Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum (pemilu);
3. Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya;
4. Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau ridak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya;
5. Memilih Wakil Presiden dari 2 calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya; serta
6. Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya.
Di samping tugas dan wewenang, anggota MPR memiliki hak:
1. Mengajukan usul perubahan pasal-pasal UUD
2. Menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan
3. Hak imunisasi
4. Hak protokoler
5. Bersidang sedikitnya sekali dalam 5 tahun di ibu kota negara.

Perubahan amandemen UUD 1945 membawa implikasi terhadap kedudukan, tugas, dan wewenang MPR. Sebelum amandemen, MPR berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara, pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat, setelah amandemen, MPR berkedudukan sebagai lembaga negara yang setara dengan lembaga negara lainnya seperti Lembaga Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK. Demikian juga MPR tidak lagi me¬miliki kewenangan untuk menetapkan GBHN. Selain itu, MPR udak lagi mengeluarkan Ketetapan MPR kecuali yang berkenaan tugas dan wewenang sebagaimana diuraikan di atas.


b. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
DPR merupakan lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, sebagai lembaga perwakilan rakyat, dan memegang kekuasaan membentuk Undang-undang. DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum, yang dipilih langsung oleh rakyat berdasarkan hasil pemilihan umum. Anggota DPR berjumlah 550 orang. Masa jabatan anggota DPR adalah 5 tahun. dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah atau janji. Hal-hal mengenai DPR dan yang berkaitan dengan kerja sama dengan presiden diatur dalam UUD 1945 Pasal 19, 20, 20A, 21, 22B, 22C. Di samping tugas dan wewenang, Anggota DPR memiliki hak (1) angket; (2) menyatakan pendapat; (3) mengajukan UU; (4) mengajukan pertanyaan; (5) menyampaikan usul dan pendapat; serta (6) membela diri

c. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
DPD adalah lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Republik In¬donesia yang merupakan wakil wakil daerah provinsi dan dipilih langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Umum. Anggota DPD dari setiap provinsi 4 orang. Jumlah anggota DPD saat ini 128 orang. Masa jabatan anggota DPD 5 tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah atau janji. Hal-hal mengenai DPD diatur dalam UUD 1945 Pasal 22 D.

d. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
BPK adalah lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Republik In¬donesia yang mempunyai wewenang untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Hal-hal mengenai BPK diatur dalam UUD 1945 Pasal 23E, 23F, 23G. Badan ini bersifat bebas dan mandiri, jadi tidak dipengaruhi atau mempengaruhi kekuasaan pemerintah. Tugas BPK antara lain: (1) memeriksa laporan dan tanggung jawab keuangan negara, dan (2) memeriksa semua pelaksanaan APBN. Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD (sesuai dengan kewenangannya).

e. Mahkamah Agung (MA)
MA adalah lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indo¬nesia pemegang kekuasaan kehakiman dan badan peradilan lainnya, yang terlepas dari pengaruh semua lembaga negara. Hal-hal mengenai MA diatur dalam UUD 1945 Pasal 24, dan 24A. Sesuai dengan UUD 1945 hasil amandemen (perubahan ketiga), kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh MA dan MK. MA membawahi badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum yakni Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, lingkungan Peradilan Agama yakni Pengadilan Agama, dan Pengadilan Tinggi Agama, lingkungan Peradilan Militer yakni Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Utama, serta ling¬kungan Peradilan Tata Usaha Negara yakni Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

f. Komisi Yudisial (KY)
KY adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 Pasal 24, dan 24B (sesuai UUD 1945 hasil amandemen perubahan ketiga), dan selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004. KY merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya. KY memiliki wewenang untuk (1) mengusulkan pengangkatan hakim agung kepada DPR dan (2) menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. Dalam melaksanakan wewenangnya itu, KY memiliki tugas pengawasan terhadap perilaku hakim serta beberapa tugas lainnya, yaitu:
1. melakukan pendaftaran calon Hakim Agung,
2. melakukan sekksi terhadap calon Hakim Agung,
3. menetapkan calon Hakim Agung,
4. mengajukan calon Hakim Agung ke DPR,
5. menerima laporan pengaduan masyarakat tentang prilaku hakim,
6. melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim, dan
7. membuat laporan hasil pemeriksaan berupa rekomendasi yang disampaikan kepada MA dan tindakannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.

KY bertanggungjawab kepada publik melalui DPR dengan cara menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses mformasi secara lengkap dan akurat.

g. Mahkamah Konstitusi (MK)
MK adalah salah satu kekuasaan kehakiman di Indonesia. Sesuai dengan UUD 1945 hasil amandemen (perubahan ketiga), kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh MA dan MK. Hal-hal mengenai MK diatur dalam UUD 1945 Pasal Pasal 24, 24C.
Menurut UUD 1945, kewajiban dan wewenang MK adalah:
1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dengan keputusan yang bersifat final untuk:
a. Menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945,
b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945,
c. Memutus pembubaran partai politik, serta
d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
2. Wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Yang dimaksud dengan:
1. pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan negara sebagaimana diatur dalam undang-undang;
2. korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan seba¬gaimana diatur dalam undang-undang;
3. tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pi¬dana penjara 5 tahun atau lebih,

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Pasal 7 menyebutkan bahwa untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya, MK dibantu oleh sebuah Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan.

h. Pemerintahan Negara
Pemerintahan negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia meliputi Presiden, Wakil Presiden, Kementerian atau Departemen, Kejaksaan Agung, Kepolisian, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah. Mengenai kekuasaan pemerintahan negara diatur dalam UUD 1945 Pasal 4, 5, 6, 6A, 7, 7A, 7B, 7C, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, dan 17.

4.1 Presiden dan Wakil Presiden
Sebelum amandemen UUD 1945, Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR dan sebagai Mandataris MPR. Setelah UUD 1945 diamandemen, Presiden dan Wakil Presiden dalam satu pasangan dipilih secara langsung oleh rakyat dan tidak bertanggung jawab kepada MPR karena tidak lagi sebagai Mandataris MPR. Kedudukan Presiden dan MPR setara sebagai lembaga negara. Presiden dan Wakil Presiden menjabat selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan Presiden berfungsi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden sebagai kepala negara merupakan simbol resmi negara Indonesia di dunia, dan sebagai kepala pemerintahan, Presiden memegang kekuasaan eksekutif, untuk melaksanakan tugas tugas pemerintahan sehari hari dibantu oleh menteri menteri dalam kabinet.

Wakil Presiden secara umum memiliki tugas untuk membantu Presi¬den dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya; tetapi secara khusus Wakil Presiden memiliki tugas:
1. Memperhatikan secara khusus, menampung masalah-masalah, dan mengusahakan pemecahan masalah-masalah menyangkut tugas kesejahteraan rakyat
2. Melakukan pengawasan operasional pembangunan dengan bantuan kementerian atau departemen.

4.2 Kementerian atau Departemen
Kementerian dan Departemen adalah lembaga pemerintahan yang memegang salah satu urusan pekerjaan kenegaraan. Setiap kementerian atau de¬partemen memiliki tugas dan fungsi :
1. Tugas perumusan kebijaksanaan pelaksanaan dan teknis, pemberian bimbingan dan pembinaan, serta pemberian perijinan sesuai dengan kebijakan umum yang ditetapkan oleh Presiden dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Fungsi pengelolaan atas milik negara yang menjadi tanggung jawabnya
3. Fungsi pelaksanaan sesuai dengan tugas pokok berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
4. Fungsi pengawasan atas pelaksanaan tugas pokok sesuai dengan kebijakan umum yang ditetapkan Presiden dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4.3 Lembaga Pemerintah Non Departemen
Lembaga Pemerintah Non Departemen dalam pemerintahan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintah pusat yang dibentuk untuk melaksana¬kan tugas pemerintahan tertentu dari Presiden. Kepala Lembaga-lembaga ini berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Lembaga Non Departemen yang secara administratif dikoordinasikan oleh Sekretariat Negara, yaitu LAN, LAPAN, LIPI, LSN, BKN, BATAN, BULOG, Bakosurtanal, BKKBN, BAPPENAS, BKPM, BPPT, BAKIN, BPKP, EPS, AENAS, BPN, dan BPIS. Sedangkan dewan-dewan yang membantu Presiden dalam memberikan pertimbangan, saran, nasihat dalam merumuskan kebijaksanaan tertinggi pemerintahan yang menyangkut sesuatu bidang tertentu adalah Dewan Telekomunikasi, Dewan Maritim, Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional, Dewan Tenaga Atom, Dewan Pembina dan Pengelola Industriindustri Strategis, dan lain-lain.

4.4 Pemerintah Daerah
a. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Provinsi adalah nama sebuah pembagian wilayah administratif di bawah wilayah nasional. Dalam sistem pemerintahan di Indonesia, Daerah Provinsi dapat dibagi ke dalam beberapa Daerah Kabupaten dan Kota atau Kotamadya. Pemerintahan di daerah terdiri atas Kepala Daerah Provinsi dan Kepala daerah Kabupaten dan Kota sebagai pelaksana fungsi eksekutif. Kepala Daerah Provinsi disebut Gubernur, Kepala Daerah Kabupaten disebut Bupati, dan Kepala Daerah Kota disebut Walikota. Kepala Daerah memiliki tugas dan wewenang:
1. memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD,
2. mengajukan rancangan Perda,
3. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD,
4. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama,
5. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah,
6. mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat enunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan
7. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Wakil Kepada Daerah memiliki tugas:
1. Membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah,
2. Membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosialbudaya dan lingkungan hidup,
3. Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah provinsi,
4. Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wila¬yah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota,
5. Memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah,
6. Melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah, dan
7. Melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan.

Selain kewajiban tersebut di atas, kepala daerah memiliki kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah pusat, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.
Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang:
1. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri, anggota keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan merugikan kepentingan umum, dan meresahkan sekelompok masyarakat, atau mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan masyarakat lain,
2. turut serta dalam suatu perusahaan, baik milik swasta maupun mihk negara daerah, atau dalam yayasan bidang apa pun,
3. melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berhubungan dengan daerah bersangkutan,
4. melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya,
5. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan selain ketentuan dalam peraturan perundang-undangan,
6. menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatan, dan
7. merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, sebagai anggota DPRD, sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

b. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. DPRD memillki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Ketentuan tentang DPRD sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerin¬tahan daerah berlaku ketentuan Undang-Undang tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. DPRD memiliki tugas dan wewenang :
1. Membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama,
2. Membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dan dengan kepala daerah,
3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah,
4. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota,
5. Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah,
6. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah,
7. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah,
8. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah da¬lam penyelenggaraan pemerintahan daerah,
9. Membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah,
10. Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penye lenggaraan pemilihan kepala daerah,
11. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antardaerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah, serta
12. Selain tugas dan wewenang sebagaimana diatur di atas, DPRD melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

DPRD memiliki hak (1) interpelasi; (2) angket; dan (3) menyatakan pendapat. Anggota DPRD memiliki hak (1) mengajukan rancangan Perda; (2) mengajukan pertanyaan; (3) menyampaikan usul dan pendapat; (4) memilih dan dipilih; (5) membela diri; (6) imunitas; (7) protokoler; dan (8) keuangan dan administratif. Kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Larangan dan pemberhenrian anggota DPRD:
1. Anggota DPRD dilarang merangkap jabatan sebagai:
a. pejabat negara lainnya,
b. hakim pada badan peradilan,
c. pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pegawai pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD,
2. Anggota DPRD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat/pengacara, notaris, dokter praktek, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang, dan hak sebagai anggota DPRD,
3. Anggota DPRD dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme,
4. Anggota DPRD yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada poin (2) wajib melepaskan pekerjaan tersebut selama menjadi anggota DPRD,
5. Anggota DPRD yang tidak memenuhi kewajiban sebagimana dimak¬sud pada poin (4) diberhentikan oleh pimpinan berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Kehormatan DPRD,
6. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada poin (1), (2), (3), (4), dan (5) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

4.5 Gerak Pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945
Ditinjau dari sudutperkembangan sejarah pelaksanaan UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia telah melaksanakan UUD 1945 dalam tahapan :

1. Era 1945-1959 sebagai Republik Indonesia ke-1 (Demokrasi Parlementer) yang didasari tiga UUD berturut turut, yaitu UUD 1945 berlaku 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949. Dalam kurun waktu ini UUD 1945 ridak dapat dilaksanakan dengan baik karena bangsa Indonesia sedang dalam pancaroba, dalam usaha membela dan mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamasikan, sedangkan pihak kolonial Belanda masih berusaha menjajah kembali negara Indonesia yang telah merdeka. Segala perhatian bangsa dan negara ditujukan untuk membebaskan diri dari serbuan tentara Belanda dalam perang kemerdekaan. Sistem ketatanegaraan yang diamanatkan dalam UUD 1945 belum dapat dilaksanakan. Pada waktu itu MPR dan DPR belum sempat dibentuk, hanya DPA Sementara yang sempat dibentuk dan anggotanya dapat diangkat. Penyimpangan konstitusional yang dapat ditemukan dalam kurun waktu 1945-1949 itu berupa (1) berubahnya fungsi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dari pembantu Presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislarif dan ikut menentukan garisgaris besar haluan negara menurut Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945; (2) berdasarkan perubahan sistem Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Parlementer. Me¬nurut usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) tanggal 11 November 1945, yang kemudian dinyatakan oleh Presiden dan diumumkan dengan Maklumat Pemenntah tanggal 14 November 1945, sistem Kabinet Presidensial diganti dengan sistem Kabinet Parlementer. UUD Republik Indonesia Serikat (UUD RIS) berlaku 29 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950. Rancangan UUD RIS disepakati di Negeri Belanda antara wakil-wakil pemerintah Republik Indonesia dan wakilwakil pemerintah negara BFO (Bijeenkomst Voor Federaal Overleg) yaitu negara-negara buatan Belanda di luar negara Republik Indonesia. Peristiwa mi terjadi di Kota Pantai Schevenmgcn, tanggal 29 Oktober 1949, pada saat berlangsungnya Konferensi Meja Bundar (KMB). Rancangan UUD RIS disetujui pada tanggal 14 Desember 1949 di Jakarta oleh wakilwakil pe¬merintah dan Komite Nasional Indonesia Pusat dan wakil pemerintah masing-masing serta DPR negara-negara BFO. Meskipun demikian, UUD RIS udak dapat bertahan lama, hanya lebih kurang 8 bulan. Hal ini terjadi karena adanya tun tu tan kuat masyarakat dari berbagai daerah untuk kembali ke bentuk negara kesatuan dan meninggalkan bentuk negara RIS. Kenyataan ini membuat negara RIS bubar dan kembali bergabung ke bentuk negara kesatuan yang ibukotanya di Yogyakarta. Proses penggabungan tidak secara serentak. Negara Bagian Indonesia Timur dan Negara Bagian Sumatra Timur merupakan dua negara bagian RIS yang terakhir kembali bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyimpangan konstitusional yang ditemukan dalam kurun waktu 1949-1950 itu antara lain sistem Kabinet Parlementer masih digunakan dan bentuk negara kesatuan menjadi negara serikat. UUD Sementara (UUDS) 1950 berlaku 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959, merupakan UUD yang ketiga bagi Negara Indonesia. Penyimpangan konstitusional yang ditemukan dalam kurun waktu 1950-1959, antara lain sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem Kabinet Parlementer. Menurut sistem Kabinet Parlementer yang tertuang dalam UUDS 1950 Presiden dan Wakil Presiden adalah sekedar Presiden dan Wakil Presiden Kons¬titusional dan tidak dapat diganggu gugat. Yang bertanggung jawab adalah para menteri kepada parlemen (DPR). UUDS mendasarkan pada pemikiran liberal yang mengutamakan kebebasan individu. Sedangkan UUD 1945 berlandaskan demokrasi Pancasila yang berintikan sila ke4. Sistem kabinet parlementer yang dianut UUDS 1950 menimbulkan keadaan politik dan pemerintahan yang tidak stabil. Kabinet berganti sampai 7 kali sehingga implikasmya program kabinet banyak yang tidak dapat direalisasikan. Implikasi lain adalah dewan konstituante yang dipilih dari hasil perrulu pada bulan Desember 1955, dalam dua tahun lebih bersidang untuk menyusun rancangan UUD baru sebagai wujud akomodasi dan aspirasi masyarakat yang menghendaki adanya perubahan UUD mengalami kemacetan, sehing¬ga dmbul kekhawatiran dan pemerintah bahwa dewan konstituante akan gagal menylesaikan tugasnya. Kondisi poliuk yang demikian membuat pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 untuk kembali menggunakan UUD 1945.

2. Era 1959-1966 sebagai Republik Indonesia ke-2. Era ini didasari UUD 1945, disebut Orde Lama. Pada pemerintahan Orde Lama, terdapat beberapa penyimpangan yang dapat dicatat, yaitu (1) Presiden merangkap sebagai penguasa eksekutif dan legislatif: pimpinan lembaga-lembaga negara dijadikan menteri, sedangkan presiden sendiri menjadi anggota DPA, (2) Presiden membubarkan DPR hasil pemilihan umum 1955 karena DPR tersebut udak dapat menyetujui Rancangan APBN yang diajukan oleh pemerintah, selanjutnya presiden membentuk DPR Gotong Royong (DPRGR), (3) MPRS mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup, (4) Hak budget DPR tidak terlaksana karena setelah tahun 1960 pemerintah ridak mengajukan Rancangan APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR.

3. Era 1966-1999, sebagai Republik Indonesia ke3 didasari UUD 1945, disebut Orde Baru Pada era iru, dibentuk lembagalembaga negara dalam sistem ketatanegaraan sesuai UUD 1945, terselenggaranya mekanisme kepemimpinan nasional lima tahunan, yaitu melaksanakan pemilihan umum DPR, Pemilihan Pre¬siden dan Wakil Presiden, mengangkat kabinet, laporan pertangungjawaban dalam Sidang UMUM MPR. Pada pemerintahan Orde Baru, beberapa penyimpangan yang dapat di¬temukan antara lain pelaksanaan UUD 1945 cenderung berpihak kepada rezim yang berkuasa bila dibandingkan dengan upaya menegakkan kedaulatan rakyat. Hal ini dapat dilihat pada kecurangan dalam pelaksanaan pemilihan umum: (a) campur tangan birokrasi terlalu besar dalam memengaruhi pilihan rakyat; (b) panitia pemilihan umum tidak independen, memihak salah saru kontestan; (c) kompetisi antarkontestan tidak leluasa; (d) rakyat tidak bebas mendiskusikan dan menentukan pilihan; (e) penghitungan ddak jujur; (f) kontestan udak bebas kampanye karena dihambat aparat keamanan atau perizinan. Implikasi dari prakdk pelaksanaan pemilihan umum seperti itu, wakil rakyat lebih cenderung loyal kepada partai politik yang menunjuknya menjadi wakil rakyat daripada kepada rakyat pcmilih. Keadaan ini mengakibatkan lemahnya penggunaan Hak-hak DPR seperri hak inisiadf dan fungsi pengawasan. Stimulus mi semakin memperkuat eksekurif sebagai pemilik pusat kekuasaan yang mengatur legislatif, (g) pelarangan bagi partai poliuk untuk melakukan kegiatan poliuk sampai ke dcsadesa, (h) semua pegawai negeri dan warga ABRI yang masih akuf maupun pensiun pada semua dngkat jabatan terbuka melakukan pemaksaan dengan sangsi untuk memilih Golkar.

4. Era 1999—sekarang, sebagai Republik Indonesia ke4 didasari UUD 1945 yang telah diamandemen. Era ini disebut Orde Reformasi Dalam penerapan UUD 1945 hasil amandemen di Orde Reformasi ini, terdapat beberapa perubahan:
a. Penerapan UUD 1945 hasil amandemen merubah struktur ketatanegaraan Indonesia yang ditandai dengan ditetapkannya UUD 1945 sebagai lembaga tertinggi negara.
b. Perubahan UU Politik yang berintikan pemilihan umum langsung dan sistem multi partai.
c. Pelaksanaan pemilihan langsung Presiden dan Wakil Presiden.
d. Pelaksanaan kebebasan pers yang bertanggung jawab.
e. Penyelenggaraan otonomi daerah kepada Pemenntah Daerah Tingkat I dan II.
f. Perubahan onentasi ideologi dan Pancaslla ke arah Liberal yang berintikan demokrasi dan kebebasan individu serta pasar bebas. Perubahan ini yang juga menjadi penyimpangan pokok dalam gerak pelaksanaan UUD 1945 di era Reformasi ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar